HASIL GUA NGEBLOG DAN SEDIKIT PERCAMPURAN BLOG LAIN

Sabtu, 16 Maret 2013

Aku, pemilik rindu itu


Assalamualaikum cinta…
Nafasmu masih tetap aku jaga. Seperti dedaunan yang setia pada embun subuh.
Ketika suka berhasrat rindu, padamulah aku bergantung, dengan banyak harap yang mencumbu disetiap detik waktu. Akulah pemilik rindu itu. Akulah pemilik doa yang setiap saat aku lepaskan kemudian ditiup sapaan angin malam.
Cinta.. Keadaan apapun itu aku masih berdiri sendiri, dengan segenap harap yg panjang, aku mencerna setiap keluguan hati bahwasanya aku merindukan sosokmu dalam tidur atau bahkan dalam keadaan susahku.
Rindu…. Sesakit itukah kau menusuk sukma? Hingga pada akhirnya aku terkapar sendirian ditengah keheningan.
Kau pernah memasuki palung hati, mengetuknya perlahan dengan tulus, hingga akhirnya Tuhan menjodohkan perasaan ini. Dengan ribuan jarak yang membentang, denga alunan suara adzan setiap waktu, kamu masih menjelma beberapa isyarat.
Kini kamu hanyalah rindu yang tertanam dalam segala tetek bengek perasaan ini. Subuhku, dzuhurku, asharku, maghribku, dan isyaku, masih kuselipkan namamu dalam doa.
Aku berjalan sendiri menatap arah dan laju ke depan gerbang masa depan. Berharap sosokmulah yang akan aku temui. Ada cinta disana, yang seharusnya kita peluk bersama. Ada sayang disana, yang semestinya kita jadikan simbol berdua. Dan ada rindu disana, yang sekiranya menjadi madu dalam mengecap jarak.
Lihatlah disini, ada perempuanmu yang masih menaruh seperangkat rindu menderu. Menginginkan kenyataan yang pernah kita bangun dalam mimpi dan harapan.
Saat itu pula, kamu seperti sebuah keajaiban yang melekat dalam satu tubuh, yang berirama dalam syahdunya hari-hari yang Allah berikan untuk umat-Nya.
Aku belajar memahami setiap yang ada. Aku mencerna dalam benak kehampaan. Jika Tuhan menghendaki, biarlah aku disini mati karena rinduku tak bertepi. Karena cintaku tak bertuan. Biar saja Tuhan memutarkan perasaan ini, hingga mataku selalu basah.
Berbahagialah bahwa kita pernah disatukan dalam suatu waktu. Bahwa kita pernah tertawa di sebuah tempat, bahwa kita pernah bergandengan di suatu keadaan.
Namun saat ini, kau hanyalah bayangan yang seakan-akan harus ku kejar hingga ujung dunia. Kau sulit ku raih, langkahku tertahan. Aku mati rasa.
Mereka menahan langkahku, mereka menarik posisiku sebagai perempuanmu.
Mereka memelukku untuk jauh darimu.
Dan mereka mencoba menghapus namamu dalam ingatanku.
Lelakiku, bangunlah. Aku disini cukup terpukul dengan segenap rasa pahit. Haruskah aku memecahkan gelas nasibku disini agar aku bisa mendekapmu dalam satu?
Aku malu pada Tuhan yg selalu tahu isi hatiku. Aku seperti orang jaddab terhadap sesuatu. Aku yang selalu dikuasai alunan tentangmu. Haruskah aku membunuh dan memutilasi perasaanku sendiri demi mereka?
Lelakiku, disinilah aku merindukanmu. Meskipun kau jauh dalam pandangan mata, namun hatimu dekat dalam pandangan hati.
Dengan segenap rasa rindu, aku ingin terlelap dengan senyum. Kemudian malaikat menimangku dengan kumpulan doa-doa.
Darinya temanku di JOGJAKARTA

Langit sore Jogjakarta


Sore ini saya berada di kota gudeg. Berjalan keliling menaiki sepeda motor, menikmati jalan-jalan sore bersama teman saya. Semilir angin meniup wajah saya. Ahh.. saya suka sekali suasana seperti ini. Saya memandang ke atas langit.

Di atas sana langit cukup cerah dan bersahabat.

Saya tersenyum kecil kepadanya, mengedipkan mata pada matahari sore yang menjelang tenggelam. Saya teringat sesuatu, tiba-tiba ada satu rindu dibenak saya. Entah kepada siapa yg saya rindukan (lagi).

Namun rindu saya ini murni untuk seseorang, saya mencintai suasana jogjakarta pada sore hari. Jalanan ramai, tempat-tempat makanpun mulai buka. Di sepanjang jalan kaliurang, saya masih menatap langit. Saya suka ketika saya harus main mata dengan langit. Karena disitulah saya merasakan rindu. Dan maksud hati ingin disampaikan lewat angin ataupun lewat awan yg berjalan jika saya pandang.

Saya merindukan seseorang.
Saya merindukan seseorang.
Saya merindukan seseorang.

Langit sore jogjakarta, meskipun kau tak tahu siapa yg saya rindukan, tapi saya meminta. Sampaikan rindu ini kepada seseorang nan jauh disana.
Langit tak bisa saya rengkuh, tapi setidaknya langit dekat dengan Tuhan. Maka dari itu, Tuhan pasti tahu maksud hati saya.
Sekali lagi, saya merindukan seseorang dalam suasana langit sore di Jogjakarta :)

"Kota Paling Istimewa di Pulau Jawa"

Selasa, 26 Februari 2013

Logika Tak Suka Cinta

      Sudah lama aku hidup dengan logika. Bagiku ia sahabat terbaik sepanjang masa. Bahkan saat aku masih di kandungan ibuku pun barangkali ia sudah berbaring turut melengkung di sebelahku. Ikut menendang-nendang perut ibuku, kadang malah iseng menyenggol-nyenggol bahuku.

Aku dan logika tak pernah terpisah. Nyaris dua puluh tahun aku berjasad dan ber-ruh, logika tak pernah sedikitpun bergeser letak dariku. Nyaris selama itu pula logika selalu membantuku, bermain-main dalam jasad dan ruh-ku, tapi tak pernah meninggalkanku barang sekerjap waktu sekalipun.

Ia berlari saat aku terburu-buru mengejar waktu, tapi ia tidak ngos-ngosan. Ia membungkuk saat aku tertekan dan terpuruk, tapi ia tidak sayu dan layu. Ia tegap saat aku dilanda senang, tapi ia tidak melayang. Ia siaga saat aku mengernyitkan jidat dan memicingkan mata jika ada seseorang yang dengan tidak sopannya menyenggolku. Namun ia tidak berteriak. Itu logika ku. Logika yang begitu kupuja sepenuh hidupku. Yang selalu tahu apa yang harus aku kerjakan ketika aku sedang dilanda apapun. Yang tak pernah salah memberitahuku apa yang harus kulakukan.

Begitu bangganya aku dengan logika ku. Sampai aku heran sekali melihat orang yang begitu mudahnya tersulut api amarah hanya karena wajahnya tiba-tiba ditampar orang di jalan raya. Betapa gampangnya orang menangis mengharu-biru hanya karena ditinggal wafat oleh sanak keluarganya. Betapa durjanya orang bermuram kala tidak mendapat pekerjaan setelah seharian mendatangi berbagai lowongan.

Aku hanya heran di mana logika mereka. Tidakkah mereka juga punya logika, sama sepertiku. Tapi kenapa mereka tidak bertingkah sepertiku. Aku tidak pernah marah ketika orang mencaci-makiku, bahkan meludahiku tanpa alasan yang jelas sekalipun. Aku tidak pernah menangis tersedu-sedu ketika ayah dan ibuku pergi di depan mataku. Aku tidak pernah murung ketika seharian harus berjalan kaki keluar-masuk pintu tanpa mendapat hasil. Karena aku punya logika. Logika ku yang begitu kupuja. Logika ku yang selalu memberiku alasan kenapa semua itu terjadi. Logika yang selalu bisa membuat aku mengerti apa yang kulalui dan kuhadapi dalam hidupku.
- - o - -
Aku bangga dengan logika. Masih bangga. Masih kupuja. Hingga aku bertemu dengan seorang wanita yang menyapaku di dunia maya. Tidak pernah sekalipun kami bersua. Hanya perbincangan ringan lewat kata-kata yang muncul di layar komputer saja. Aku sapa. Dia sapa. Sedikit basa-basi, dan kamipun larut dalam canda tawa yang membuatku lupa dengan logika.

Kadang aku ditemani dengan secangkir kopi hangat. Sambil berbincang-bincang dengan wanita di media. Dia juga begitu hangat menyapa dan berbicara kepadaku, seperti secangkir kopi yang setia menemaniku setiap aku bersua dengannya-tentu di ranah maya. Dia sungguh pandai membuatku terlena dalam tiap kata nya. Tidak ada yang membuatku begitu bersemangat melalui hari-hariku selain menghabiskan beberapa jam berbincang-bincang dengannya. Wanita itu selalu bisa membuatku tersenyum. Tak pernah kehabisan akal untuk membuatku tertawa terpingkal-pingkal. Hingga satu hari aku mendapat nilai C di salah satu mata kuliahku-yang membuatku merasa ingin langsung mendatangi dosen pengampunya dan mengacak-ngacak wajahnya yang menyebalkan, wanita itu bisa membuatku lupa bahwa indeks prestasiku jatuh gara-gara nilai mata kuliahku itu.

Aku memuja wanita itu. Begitu bangganya aku dengan dia. Tidak ada yang membuatku begitu gundah gulana kecuali sehari tak mendapatkan kabar darinya. Tidak ada yang membuatku sangat gelisah dan merasa ingin mati saja, selain saat malam itu aku membuatnya mengeluarkan air mata. Oh, tidak. Aku telah berbuat salah. Salah yang sangat besar. Begitu besarnya hingga lebih baik aku dihukum dijadikan buta saja oleh Tuhan, daripada aku harus melihat wanita itu memberikan wajah dengan lelehan air mata.

Aku melihat air mengalir dari kedua bola matanya yang bulat dan indah. Sedikit berkilau karena basah oleh airmata, yang masih saja terus mengalir, sudah lewat beberapa belas menit padahal. Ia terus saja mengeluarkan air mata. Aku harus apa. Aku harus bagaimana. Apa yang harus aku lakukan agar wanita itu tidak mengeluarkan air mata. Aku tidak bisa melihat ia seperti itu. Karena saat ia mengeluarkan air mata ia tidak bisa tertawa ria. Ia tidak bisa membuatku tersenyum, apalagi terpingkal-pingkal. Aku harus bagaimana.

Entah kenapa, sejak itu logika ku jarang muncul. Aku cari-cari dia. Aku ingin sekali bercerita tentang wanita yang kukenal lewat ranah maya. Aku ingin sekali berbagi dengan logika. Karena memang aku tak pernah lupa menceritakan apapun yang terjadi dalam hari-hariku kepada logika ku.

Aku ingin bertanya pada logika apa yang harus kulakukan terhadap wanita itu. Karena aku ingin wanita itu tidak meninggalkanku. Aku ingin wanita itu selalu menemaniku berbincang-bincang kapanpun masih hidup waktu. Aku tak mau wanita itu berhenti membuatku tertawa. Aku tak ingin dia pergi dari pikiranku. Aku tak ingin dia mengeluarkan air mata.

Aku ingin minta saran dari logika. Karena logika ku tak pernah salah. Ia selalu tahu apa yang harus kulakukan.
- - o - -
Hari berganti. Logika ku belum juga bisa kutemui. Aku gelisah. Semakin detik waktuku berlalu semakin resah. Aku seperti linglung. Berjalan mondar-mandir tak tentu dalam kamarku yang ikut murung. Aku bingung. Wanita itu masih mengeluarkan air mata, sementara logika ku juga lenyap entah ke mana.

Aku letih. Aku berbaring saja di kasurku yang sekarang jadi tak begitu nyaman. Mungkin karena apa yang sedang aku alami sekarang, membuat setiap anggota badanku bertambah beban.

Aku pejamkan mata dengan beribu gundahku. Dalam pandanganku yang tak lagi memandang aku masih mencari-cari logika. Kucari-cari ia dalam kelopak mataku yang sudah mengatup menutup bola mataku. Aku bergumam, berharap logika muncul dan berbaring di sebelahku. Karena aku begitu butuh ia sekarang. Sekarang juga. Aku mau bertanya tentang apa yang kualami dengan wanita itu.

“Itu cinta.”       

Aku tergagap. Mataku membuka sekejap, mengernyitkan jidat dan memicingkan mata. Itu suara logika! Logika datang. Ah, betapa senangnya aku. Kini aku bisa bercerita panjang lebar dengannya. Aku bisa menceritakan tentang wanita itu kepadanya.

“Kau mau bertanya tentang kau dan wanita itu kan? Kau sedang bingung kan?”

Aku mengangguk cepat. Seperti yang kuduga. Logika selalu tahu apa yang aku alami. Tentu saja, ia juga tahu apa yang harus aku lakukan terhadap apa yang aku alami tersebut. Aku sekarang bersemangat, bersemangat untuk mendengar sarannya terhadap aku dan wanita itu.

“Itu namanya cinta, teman.”
Aku termangu. Aku memandang logika dengan terheran. Aku belum pernah dengar itu.. ‘cinta’.
“Kau tahu kenapa aku selalu tidak ada bersamamu, setiap kau bertemu dan berbincang panjang-lebar dengan wanita itu?” Tanya logika, yang langsung menjawab pertanyaannya sendiri tanpa menunggu aku mengeluarkan sepatah katapun dari bibirku yang tiba-tiba jadi kelu. “..karena aku tau cinta akan datang padamu.”

Aku terdiam saja. Memandang logika lekat-lekat seolah bertanya padanya, ‘kenapa?’.
“Oh ya aku lupa”, logika menggaruk-garuk kepalanya dengan malas. “Kau belum pernah melihatku bertemu dengan dia ya. Asal kau tahu saja, kami tidak begitu berteman akrab. Aku tidak suka dengan cinta. Kau tahu, setiap kami berjumpa kami selalu bertengkar. Jadi lebih baik aku pergi menyingkir saja darimu, sementara cinta menemanimu.”

Aku memberikan pandangan memelas pada logika. Ia tahu bahwa aku sedang bertanya padanya, ‘lalu aku harus bagaimana?’.
“Jangan bertanya padaku tentang cinta, teman. Aku sudah bilang aku tidak suka dia. Lagipula kau tidak perlu aku untuk membahas soal cinta. Aku tidak bisa sekalipun mengerti dia. Begitu juga dia, tidak pernah sedetikpun bisa mengerti aku.” Jawab logika dengan nada ingin cepat-cepat menyudahi perbincangan ini.

Aku tertunduk. Logika tidak pernah seperti ini padaku. Ia selalu tahu, dan selalu bisa menolongku kapanpun aku butuh. Tapi kini ia jadi begini. Ia malas berurusan denganku saat ini. Hanya karena ia tidak suka dengan cinta.

“Oh ya, satu yang perlu kau ingat teman. Kau tidak perlu seperti itu karena aku meninggalkanmu.” Kata Logika lagi. “.. karena cinta akan lebih sering meninggalkanmu daripada aku.”
Lalu logika pergi lagi dariku. Tanpa berbicara lagi, ia lenyap dalam sejuta rasa cemasku.

Dari Kau, Dari Aku
entah seberapa rumit kenangan bisa kau buat sebelum aku lupa bagaimana caranya mengingat. aku tak bisa lagi melafalkan luka semenjak kau hapus seluruh langkah di dadaku yang telah sedemikian dalam terpahat. tak ada yang begitu rahasia dan membingungkan dari tiap rasa kecewa sebab kita sudah bersepakat akan membunuh harapan masing-masing. dari yang terkecil. dari yang paling samar.
entah seberapa sederhana perpisahan bisa aku jelaskan setelah kau ingat bagaimana caranya melupakan. kau begitu fasih mengeja setiap kesalahan semenjak kita bertemu untuk mempelajari apa saja yang pernah kutulis di hatimu. selalu ada yang tersembunyi dan terlewat dari tiap perbincangan sebab kita tak pernah berjanji untuk memahami masa lalu dan sejarah pilu masing-masing. dari yang pernah terucap. dari yang masih tersimpan.

Di Barito Dalam Suatu Sore

sore di Barito, tak ada angin, hanya langit kuning muda
dilapis iring-iringan awan yang pecah serupa napasku
saat memanggilmu

sore di Barito, kolam ikan perlahan kita kunjungi padahal senja sedang lupa kepada jeda. Mungkin karena jeda sedang bermain di antara kita

sore di tempat ini tak meneduhkan hatiku. Hanya menemaram di mata, memudar di dada, menghangat di ujung-ujung jemari. Kaukah itu?

sore seperti ini terlalu ramai, semacam lagu pertamayang tak ingin kunyanyikan tapi kau terlanjur membuatnya demikian merdu

dan sore itu aku berkata “Maukah kau menjadi pacarku?”

Begini senjaku


begini senjaku, Intan. saat suka tak lagi mengenal waktu dan penantian terasa abadi, sementara merah bukan lagi darah tapi sepi yang enggan pergi, mungkin di sebuah tempat ini aku berdiri kau akan menyaksikan satu-dua kalimat antah berantah mengangkut pulang kenangan entah milik siapa, milik aku yang telah lama tenggelam di dasar diammu, atau milikmu yang telah terbang bersama serak suaraku

mengucapkan perpertemuan yang kita tau sama-sama berat
mengucapkannya lirih dalam satu pelukan
yang tak bisa lebih erat

begini senjaku, Intan. mungkin di persinggahan ini kau tak akan bertemu aku, hanya menghitung detik demi detik dengan lancang berkejaran dan mengharapkannya mati atau beku. tapi ada beberapa pertemuan yang tak boleh terjadi karena luka setelahnya akan membuat sepi di bibir kita saling mengucap benci.

biarlah hening yang kau dan aku simpan berlayar dalam kapal yang berbeda
biarlah cahaya yang jingga menyala di matamu pergi, Intan
itu bukan senja kita

Senin, 11 Februari 2013

Lestarikan Penjual Nasi Uduk dan Lontong Sayur

Kutipan gua di atas memang sedikit gila, stoooop! itu bukan kata kata gua melainkan sebuah PM di status BBM temen gua yang buat dan gua coba ngembangin disini, kenapa? yaps itu jawabnya karena gua mau (Para Tukang Nasi Uduk dan Lontong Sayur Dilestarikan) karena apa sekarang memang era modern sarapan juga ngaruh dalam kehidupan!


Ini foto penjual nasi uduk dan lontong sayur yang selama pagi akhir akhir ini jarang keliatan ....!












Kemana mana para penjual penjual itu?
Naik Haji terus ga pulang pulang?
Cuti ga dagang bersama?
Atau udeh males jualan karena peminat sarapan murah meriah ini menurun?
Ya benar sekali yang opsi yang ketiga.

Bagi gua ini sebuah penyesalan... kenapa coba mesti berkurang peminatnya, padahalkan 5000 udeh lengkap pakai nasi, bawang, tahu/kentang, kerupuk, telor.
Begitu juga lontong sayur, apa kurang panjang lontongnya? atau kurang keras lontongnya, ataaaaaau bentuk lontongnya yang salah? lontong ya lonjong kalau ga lonjong yaaaa... HAHAHAHAHA

Tetapi ya sudahlah, tadinya gua mau jelek jelekin sarapan produk luar tapi ngeri di cekal :)

Minggu, 10 Februari 2013

Tak apa kalau kita tidak seperti lollipop




Tak apa, kisah kita tidak seperti lollipop.
Lollipop terlalu manis, aku takut gigi kita berlubang.
Sama seperti cinta kita, jangan terlalu banyak pemanis.
Sedikit pahit tak apa, karena hidup tidak selalu manis.

Tak apa, kisah kita tidak seperti lollipop
Lollipop terlalu cantik, Aku hanya ingin biasa saja.
Jangan terlalu cantik. Yang cantik kadang membosankan.

Tak apa, kisah kita tidak seperti lollipop
Lollipop terlalu banyak yang ingin memiliki.
Namun, aku hanya ingin mengukir kisah kita ini,
cuma kita saja yang miliki dengan semua resep rahasia kita

Tak apa, aku ulangi sekali lagi tak apa..
Sungguh tak apa.
Tak ada kisah yang sempurna, sesempurna lollipop dibuat. 

Karya: Alipeh Temen SMP gue : @alifalipeh

Suara hujan malam ini


Suara hujan malam ini berbeda
Karena suara ponsel dan nada nada indah keluar dari sana

Suara hujan malam ini berbeda
Karena suara nyanyian para penyanyi yang selalu kau dengar

Suara hujan malam ini berbeda, berbeda sekali dengan apa yang ku alami ketika aku tak punya ponsel, nada nada, dan nyanyian dari para penyanyi

Sabtu, 09 Februari 2013

Di Anjungan, Suatu Sore


sore di Anjungan, tak ada angin, hanya langit kuning muda
dilapis iring-iringan awan yang pecah serupa napasku
saat memanggilmu

sore di Anjungan, kolam ikan perlahan mengering
padahal hujan sedang lupa kepada jeda. Mungkin
karena jeda sedang basah di antara kita

sore di tempat ini tak meneduhkan hatiku. Hanya
menemaram di mata, memudar di dada, menghangat
di ujung-ujung jemari. Kaukah itu?

sore seperti ini terlalu sepi, semacam lagu terakhir
yang tak ingin kunyanyikan tapi kau terlanjur
membuatnya demikian merdu

Lukisan Kali dan Pohon Tua


Berdiam dalam kamar yang gelap ini, membuatmu bisa merasakan kesunyian. Kau bahkan dapat meresapinya. Menemuinya dalam berbagai hal yang terjadi sepenangkapan indrawi. Terutama telinga. Sebab dalam kesunyian, sesungguhnya kau bisa mendengar hingar-bingar yang merdu. Seperti beberapa hal yang sering kau ceritakan kepadaku. Dan aku, tentu saja, mendengar ceritamu lewat kesunyian yang sama.



Suara Jangkrik

Kau senang sekali mendengarkan suara jangkrik. Setiap malam, kau seperti mendengar mereka sedang menggelar konser yang sangat ramai. Penontonnya, rombongan angin dan barisan ilalang. Paduan suara jangkrik-jangkrik itu mengambang di udara lalu mengalir, menyusup lewat celah jendela kamarmu. Apa yang mereka senandungkan setiap malam, tanyamu. Mereka menjawab, hanya dengan dendangan.

Dendang jangkrik di malam hari itu seakan membawakan kembali kepadamu, kenangan yang indah perihal kisah cinta masa lalu. Tentang seorang gadis. Seorang gadis belia yang datang kepadamu, membawakan sekeranjang jangkrik yang bernyanyi, merdu sekali. Sejak itu kau mulai suka berdiam sendiri di dalam kamar yang gelap, mendengarkan dengan khidmat suara jangkrik-jangkrik di luar.

Cinta yang hangat dan menyenangkan, kau mengingatnya demikian. Meski kau tak bisa menepis bahwa kisah itu adalah kisah yang membuatmu menjadi seperti sekarang. Sendiri. Putus asa.

Suara itu kian merdu di telingamu. Seperti keriangan angin yang berkesiur mencari kekasihnya. Kau memejamkan mata. Meresapi setiap nada. Sungguh, ini adalah rangkaian melodi yang paling indah yang pernah kau dengar. Seindah wajah gadis itu. Seindah suara yang meluncur dari bibir lembabnya.

Tapi lama-kelamaan- terutama di malam ini, malam yang kau yakini sebagai malam terakhirmu- suara jangkrik yang merdu itu berubah jadi lagu yang sumbang. Menyayat-sayat telinga dan membuat perasaan tak sedap. Terdengar seperti lagu pengantar kematian. Sedih dan muram. Kelam. Suram. Membuat kamarmu yang sudah tak berpenerangan itu terasa semakin gelap dan sempit. Menyusut dan menghimpit tubuh kurusmu.

Kau pun teringat lagi, kenangan itu. Kenangan akan kisah kasih yang ditentang. Cinta yang terlarang. Kau sebenarnya tak ingin mengingatnya. Tapi kau suka mendengarkan jangkrik-jangkrik itu, maka kau terpaksa berpapasan lagi dengan ingatan-ingatan yang lalu, yang memedihkan.

Kalau saja pertemuan itu tak terjadi, maka perpisahan ini pun tak perlu terjadi.

Kau ingin menutup jendela saja. Agar suara jangkrik itu terhalau.


Hujan Seharian

Sejak subuh tadi hingga malam ini hujan tak kunjung berhenti. Memang tak begitu deras, tapi membuat suasana menjadi kian sepi. Yang ada hanya suara hujan dan hujan. Kau jadi tak bisa keluar. Tapi kau memang tak ada kehendak untuk pergi. Kemana lagi tujuan bila kau sudah dekat dengan kematian? Hanya satu tempat terakhir. Dan hujan seakan mengerti.

Mereka sesungguhnya hendak mengantarmu.

Tak perlu, katamu. Tak ada yang bisa menemani kesedihan. Tak satupun. Kecuali kehangatan yang mengalir lewat ujung-ujung jemarimu saat tak sengaja ia, gadis itu, meletakkan telapak tangannya sangat dekat dengan telapak tanganmu. Dekat, tapi tak melekat, hanya bersentuhan sekejap. Sekejap, namun kehangatannya menjalar dengan cepat dari jemarimu, tanganmu, ke lehermu, dadamu, ke seluruh tubuhmu.

Apalagi saat gadis itu memalingkan wajahnya kepadamu. Menatapmu dengan sepasang matanya yang bulat dan berkaca-kaca. Saat ia tersenyum, kau merasa seperti ada kupu-kupu terbang di dalam perutmu. Dan saat ia mengucapkan namanya, kau tahu, itulah saat-saat paling membahagiakan dalam hidupmu.

Ketika itu hujan tak pernah turun. Langit senantiasa terang seperti kulit wajah gadis itu. Maka bila hari ini hujan tak kunjung berhenti. Kau tahu, inilah saatnya benar-benar mengakhiri bayangan dan kenangan menyakitkan itu.


Debur Kali

Di situlah tempat terakhir kali kau melihatnya. Di sebuah kali di belakang rumah. Kau tak tahu saat itu kau melihatnya sebagai mimpi atau kenyataan. Kau pun tak bisa membedakan. Yang jelas kau begitu bahagia. Sejak berhari-hari gadis itu pergi, kau bisa menemuinya lagi.

Kau bergegas menghampirinya. Suara debur kali itu menelan suaramu hingga gadis itu tak mendengar kau memanggilnya. Sesampainya di pinggir kali, kau mendekat kepadanya. Kau melihat wajah gadis itu begitu murung. Apa gerangan yang terjadi, batinmu.

“Kau seharusnya tak menemuiku.” kata gadis itu, tanpa menoleh kepadamu.

“Apa maksudmu? Kau yang memanggilku. Lewat suara debur kali ini.”

“KAU BODOH!!”

“Apa…….”

“Maaf..”

“Ada apa sebenarnya?”

“Kita tak boleh bertemu lagi.”

“Kenapa?”

“Aku harus kembali ke suamiku.”

“Tapi kenapa? Bukankah kau bahagia bersamaku? Seperti aku juga bahagia bersamamu.”

“Tidak, bahagia saja tidak cukup. Ini tidak benar. Kau tahu itu sedari awal.”

“Apa yang lebih benar dari kebahagiaan, Joan? Katakan padaku.”

“………”

“Katakan, Joan! Kau mencintaiku, bukan?!”

Gadis itu menoleh kepadamu. Kedua bolamatanya yang bulat telah basah.

“Aku mencintaimu.”

Ia lalu memelukmu. Erat sekali. Kau balas mendekapnya. Erat sekali. Debur kali menelan pelukanmu dan pelukannya, mengalirkan mereka hingga jauh. Kau dan gadis itu bagaikan dua arus kali yang berdebur suaranya sepanjang malam. Debur yang menenggelamkan perasaan kehilangan.

Semenjak itu, kau sering mendengar debur kali di belakang rumah, tak jauh dari kamarmu, seketika berubah menjadi suara gadis yang memanggil-manggil namamu. Kau menutup telinga. Ini suara yang paling tak ingin aku dengar, katamu.

“Pergilah! Pergilaaaahhh!!”


Daun-daun di Pohon Tua

Di permukaan kali itu, daun-daun sering jatuh. Daun-daun yang berasal dari sebatang pohon tua yang tumbuh di tepi tubuh kali itu. Entah kenapa- mungkin karena kesunyian kian pekat dan mendekap- kau bisa mendengar benturan daun-daun itu di tubuh kali. Kau bahkan bisa mendengar daun-daun itu mengucapkan sesuatu kepada pohon tua yang ditinggalkannya, juga kepada arus kali yang kelak akan membawanya, entah kemana, mungkin ke surga. Surga para daun yang gugur.

Daun-daun yang jatuh di kali itu, serupa dirimu. Tak kuat (atau tak ingin kuat?) lagi bertahan, lalu ingin menjatuhkan diri saja. Tapi kau tak tahu ingin menjatuhkan dirimu di mana. Mungkin kesunyian yang berdenging di telingamu bisa memberitahumu.

*

Dalam pejammu, kau melihat jangkrik-jangkrik itu, hujan yang tak kunjung berhenti, debur kali, dan sebatang pohon tua yang melepaskan daun-daun dari tubuhnya. Kau melihatnya menjadi satu, tertata rapi di atas sebuah kanvas. Seperti lukisan yang sangat indah namun tak terjelaskan. Seperti rasa perih dan kehilangan yang tersamar oleh cinta yang sebentar.

Dalam gelap dan sunyi, aku mendengar ceritamu. Aku tersenyum, saat kau bercerita kepadaku semua tentang aku. ***



akankah kita bertemu dalam ricik air kali
di belakang rumah, saat arusnya tak pernah
mengizinkan kita mengalir sebagai daun
yang jatuh dari pohon tua di sisi tubuhnya

akankah kita terjalin sebagai dua arus kali
yang berdebur suaranya sepanjang malam,
ketika derik jangkrik melarang kita bicara
dan pohon tua menjerat kita dengan belit

Rabu, 23 Januari 2013

7 Cara Meraup Uang Kala Liburan



Main ke Colosseum, Roma; piknik di bawah pohon Sakura, Jepang; atau menyelam di kedalaman laut Flores. Itu secuil agenda liburan dari ratusan tempat tujuan wisata di dunia.
Masih banyak orang ragu pergi melancong kala liburan, walau banyak maskapai penerbangan menawarkan tiket murah ke berbagai lokasi wisata. Apalagi bila lokasi yang mau didatangi jauh. Alasan mereka: tidak cukup duit.
Padahal ada cara mengakali masalah duit tadi. Menurut Skyscanner, situs pencarian perjalanan, berlibur tak melulu menghabiskan uang. Kita bisa berlibur sambil tetap menghasilkan uang. Itu pun tanpa harus kerja fisik yang berat.
Berikut ini tujuh tip “mengakali” liburan sambil menambah uang saku versi Skyscanner.

1. Mengajar bahasa Indonesia di luar negeri
Bila Anda main ke Benua Australia dan kehabisan duit, cobalah sambangi The Australian Indonesian Association. Di situ, Anda bisa menjadi pengajar kontemporer khusus bahasa Indonesia.

Di Australia, ada tiga lembaga yang mengajarkan pelajaran bahasa Indonesia. Dua di antaranya: The Western Indonesian Language Teachers Association dan Asia Literacy Teacher Association of Australia. Untuk mengajar di sini, Anda harus lancar berbahasa Inggris. Jadi Anda mudah berkomunikasi dengan pelajar yang berasal dari Australia dan negara lain.

2. Menulis cerita perjalanan
Ketika berlibur, bisa dipastikan Anda bakal menemui banyak hal menarik. Misalnya, menu makanan yang unik, indahnya lokasi wisata, atau sulitnya mencari transportasi umum di tempat wisata. Semua cerita itu dapat menjelma menjadi uang.

Caranya, Anda cukup menuliskan pengalaman selama berwisata. Tulisan itu dapat diunggah ke blog atau Anda kirimkan ke media massa. Dengan begitu, Anda bisa mendapat honor dan kembali menyusun agenda traveling.

3. Fotografi perjalanan
Anda ingin berbagi pengalaman liburan, tapi tidak bisa menuliskannya? Kalau begitu, cobalah merekam momen perjalanan Anda dalam foto. Ambil angle unik, lalu jual foto itu ke fotografer.net atau istock.com. Selain mendapat bayaran, hasil jepretan Anda bisa terkenal melalui Internet.

4. Menyanyi di restoran
Kekurangan uang waktu liburan juga bisa diatasi dengan menjadi pengamen. Seperti yang dilakukan David Juritz. Pria asal London ini berhasil keliling dunia berbekal biola di pundak. Tiap hari, selama beberapa jam, ia memainkan biola di pinggir jalan. Hasilnya, dalam sehari, Juritz bisa mengantongi duit sekitar 83 atau setara Rp 1,3 juta.

5. Membuat ulasan liburan
Di masa ini, sudah banyak situs yang memberikan laman untuk mengulas tempat wisata. Sebut saja Qype. Membuat ulasan di sana, Anda memang tidak mendapatkan keuntungan dalam bentuk uang. Tapi Qype menawarkan pelbagai benda menarik yang dapat Anda miliki.

Caranya mudah. Untuk satu ulasan, Anda mendapatkan 20 poin. Kemudian dua poin bila ada foto serta empat angka kalau disertai dengan video. Dan 25 poin jika Anda mengajak teman mengulas liburannya di sana.
“Anda bisa mendapat predikat Qype Ninja dengan sekotak hadiah menarik,” tulis rilis Skyscanner.

6. Menyelam
Menyelam sambil minum air, berlibur sambil meraup uang. Itulah keuntungannya bila Anda suka menyelam. Sambil melakoni hobi, Anda bisa mendapat tambahan biaya liburan. Tapi sebelumnya, Anda harus memiliki sertifikat sebagai instruktur atau master diving dulu. Dan untuk itu, diperlukan ribuan jam menyelam sebelumnya.

7. Bekerja di resor ski
Tidak pernah ada salju di Indonesia. Tapi bukan berarti Anda tak bisa mencari penghasilan dari resor ski. Sebab, di sana, Anda masih bisa membantu pengelola resor di bagian dapur, seperti mencuci piring, atau menawarkan diri membersihkan kamar tamu.

Biasanya, pekerja paruh waktu di resor ski mendapatkan diskon menginap, makanan, atau keperluan bermain salju. “Kadang kala, pengelola resor memberikan semuanya secara cuma-cuma,” tulis Skyscanner.

Musik di Indonesia: Kreasi atau Hanya Komersil?


Bagi pecinta musik indonesia, pernahkah kalian merasa kalau ada sesuatu yang agak janggal di dunia musik tanah air? Mungkin ada di antara kalian yang pernah berpikir bahwa musik di Indonesia masa kini cenderung begitu-begitu saja, artinya monoton dan cenderung kurang bisa dinikmati dalam waktu yang relatif lama.
Jika kita menyaksikan acara musik di TV, kebanyakan band/penyanyi lebih sering tampil lip sync daripada bernyanyi secara riil, betul? Ya, tidak usah disanggah lagi. Banyak orang yang sering mempertanyakannya, itulah yang membuat saya tertarik untuk membahasnya di tulisan kali ini.
Beberapa waktu yang lalu saya pernah membaca sebuah thread di dalam forum lokal tentang penampilan band/artis tersebut ketika manggung membawakan lagunya. Isi thread tersebut menunjukkan suatu protes terhadap band/artis tersebut dalam aksi panggung yang menurut mereka ‘tipuan’. Saya mencoba mendalami kalimat-kalimat yang mereka tuliskan. Kenapa dibilang ‘tipuan’? Mungkin sedikit kasar tetapi sebagai penikmat musik, komentar dari orang tersebut tidak bisa disalahkan juga. Mungkin kita punya pandangan berbeda tentang hal tersebut, tetapi saya pribadi juga menganggap hal tersebut sebagai ‘tipuan’, yang lebih saya tegaskan lagi, hal tersebut adalah ‘pembohongan publik’.
Pecinta musik tanah air pasti senang karya hebat dari anak bangsa bisa dinikmati dengan baik dan bertahan dalam waktu yang relatif lama untuk bisa terus dinikmati. Dalam kasus ini, kebanyakan musik diperdengarkan dan aksi para pemusik dipertontonkan hanya untuk kepentingan tertentu. Kepentingan seperti apa? Kepentingan komersil menjadi jawaban yang pas menurut saya. Musik di dalam negeri saat ini bukan lagi sesuatu yang memprioritaskan kreasi seni musik untuk kepuasan akan musik itu sendiri. Musik lebih diutamakan untuk tujuan pasar. Artinya, bagaimana caranya agar musik yang dibuat dan band/artis yang mempertontonkannya menghasilkan nilai jual yang tinggi, itulah yang diutamakan saat ini.
Banyak band yang justru lebih mengutamakan kreasi dalam bermusik namun tidak banyak diketahui oleh pecinta musik di Indonesia. Mereka sangat jarang bahkan tidak pernah tampil di stasiun TV maupun radio, tetapi memiliki kualitas musik yang luar biasa hebat. Ya, itulah band-band anti-korporasi atau dengan istilah yang lebih halus, band-band indie, yang lebih mengutamakan kreasinya dalam menciptakan musik.
Kembali ke masalah lip sync dan mengapa saya sebut pembohongan publik? Penikmat musik jelas menginginkan musik-musik yang berkualitas. Jika hanya mementingkan komersil, bagaimana bisa kualitasnya dapat dinikmati? Kalau memang komersil yang diutamakan, kualitas kemungkinan besar akan terlupakan, dan hal tersebutlah yang kini sering terjadi. Selain itu, tampang pemusik/penyanyi lebih diutamakan daripada keahlian bermusik dan bernyanyi. Bagaimana bisa dibilang musik yang berkualitas jika hal tersebut masih menjadi prioritas di dunia musik Indonesia? Ketika kita menonton pertunjukan musik mereka (band/artis yang lebih mementingkan tampang/citra ditambah lip sync), maka bisa dibilang kita hanya menonton orang-orang cantik dan ganteng yang sedang berpura-pura bernyanyi dan bermain musik di atas panggung. Kita tertipu. Dimana kualitas musik yang kita harapkan? Dimana musik yang ingin kita nikmati? Mending duduk di rumah sambil minum kopi dan mendengarkan rekaman asli lagu mereka ketimbang datang jauh-jauh untuk menyaksikan penipuan di atas panggung. Toh yang kita dengar juga suara rekaman yang sama.
Jika saya diundang untuk menghadiri pertunjukan seperti itu, jujur saja saya akan menolak. Jujur saya tidak terlalu bangga jika ketemu artis yang biasanya nongkrong di TV, apalagi artis yang kelihatan hebat di atas panggung padahal hanya berpura-pura, kemampuan musiknya tidak seperti kelihatannya. Mungkin berbeda dengan yang lain. Banyak juga orang yang rela menonton artis idolanya di atas panggung secara langsung, mungkin itulah kebanggaan mereka walaupun asik musik yang dipertontonkan kurang bisa dinikmati.
Penikmat musik di Indonesia dewasa ini lebih cenderung mengidolakan band/artis luar negeri daripada dalam negeri. Tidak bisa disalahkan walaupun bagi sebagian orang hal tersebut salah karena tidak mengutamakan produk dalam negeri.
Pendapat saya, sah-sah saja jika band/artis Indonesia masa kini memang mencari kepentingan komersil dalam berkarya. Tetapi janganlah pernah melupakan hal utama dalam bermusik, yaitu kualitas musik itu sendiri. Utamakan kualitas musik, maka kepentingan komersil tidak bakalan jauh dari band/artis tersebut.
Jika hanya mementingkan komersil, musik tidak lagi bisa bebas dinikmati. Bahkan saat ini memang banyak band/artis yang mulai masuk ke dunia musik, tetapi kebanyakan mengusung tema yang sama, artinya kurang bervariasi. Ada berapa band/artis pendatang baru di dunia musik Indonesia masa kini? Berapa banyak lagu dari mereka yang mampu bertahan lama untuk dinikmati? Sebulan atau dua bulan kemungkinan sudah dilupakan dan tidak populer lagi.
Sebaliknya, band indie yang mampu menciptakan kreasi tersendiri dan sangat beragam, malah tidak banyak diketahui oleh pecinta musik tanah air. Mereka memang anti-korporasi, yang artinya tidak bernaung di bawah satu perusahaan rekaman apapun. Hal tersebut membuat mereka menjadi tidak terorganisir dengan baik untuk bisa tampil di stasiun TV dan radio.Jadi mereka memang susah menembus pasar musik Indonesia dan jarang nongkrong di acara musik TV tanah air.
Bicara soal kualitas, jangan pernah meragukan band indie karena itulah tujuan utama dari kebanyakan mereka (setahu saya ketika mendengar lagu-lagu mereka). Banyak di antara band indie yang lebih dikenal di luar negeri ketimbang tempat darimana mereka berasal, artinya mereka lebih terkenal di luar negeri daripada di Indonesia sendiri. Dalam kasus ini saya tidak bermaksud untuk mengagungkan musik indie ketimbang musik label, namun sebagai pecinta musik saya lebih mengutamakan kualitas musik daripada citra para pemusik dan penyanyinya. Dan saya tambahkan lagi, saya lebih senang musik Indonesia dari band-band/penyanyi-penyanyi jaman dulu, jauh lebih berkualitas ketimbang musik Indonesia di masa kini :D
Nah menurut Anda, musik di Indonesia masa kini lebih ke arah kreasi atau hanya komersil? Semua orang bebas berpendapat, saya sudah berpendapat, bagaimana pendapat Anda? :D

Kamis, 17 Januari 2013

Apakah yang Mungkin


Apakah yang sanggup membawa pelukmu kembali sementara aku terlalu ragu bahkan hanya untuk sebuah mungkin. padahal rindu telah mengendap begitu lama dan luka telah fasih mengeja nama kita. bukankah perpisahan judul yang paling indah untuk menandai paragraf baru dari sebuah akhir yang begitu lekas?
kukira kau belum pergi terlalu jauh sebab masih tertinggal samar wangi tubuhmu merayap perlahan di seluas dadaku. bukankah kenangan teman terbaik untuk membaca lagi halaman demi halaman yang sering kita lupakan?

Apakah yang mungkin membawa langkahmu kembali sementara kita terlalu angkuh untuk memungut lagi keping demi keping yang aku lemparkan. yang kau biarkan.

Aku Mengingat Engkau Sesekali


Aku mengingat engkau sesekali, mengingatmu seperti alun
rumput menari mengantar luka pergi ke tempat yang jauh.

Aku mengingat engkau sesekali, mengingatmu seperti sepi
langit malam dan jalan yang basah oleh kenangan.

Senin, 07 Januari 2013

Cinta (Habibie) Tapi (Ainun) Beda

Cinta berasal dari hati manusia yg paling murni, yg paling esensi
Aku tidak mencari cermin diriku. Aku mencari orang yg berbeda. Dan aku menemukan kamu
Kita semua diciptakan berbeda. Tak ada satupun manusia yg diciptakan sama. Perbedaan adalah rahmat

Memberi restu adalah kewajiban orang tua, dan restu merupakan hak seorang anak
Pernikahan harusnya merupakan awal dari kebahagiaan, bukan awal dari kesedihan
Banyak ketakutan yang berujung dengan rasa sakit, Dia datang dengan kenyamanan baru yang sudah aku rasakan

Cinta adalah saat kita melihat orang yg tidak sempurna menjadi sempurna dimata kita
Kita ini manusia dewasa, yg harusnya mendengarkan penjelasan dulu sebelum menuduh!
Perjalanan kita masih panjang, tapi selama kita bersama, kita bisa menghadapinya

Aku bukan hendak mengeluh, tapi rasanya terlalu sebentar kau disini
Kematian benar-benar dapat memutuskan kebahagiaan dalam diri seseorang dalam sekejap
Ini bukan tentang kematianmu. Karena aku tahu bahwa semua yg ada pasti menjadi tiada

Kita ada di terowongan yg gelap. Tapi aku janji akan membawamu keluar dari terowongan ini




"Taufiq Ismail" Say ?

Langit akhlak rubuh diatas negeriku berserak-serak. Hukum tak tegak doyong berderak-derak~MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA Taufik Ismail 1998

Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yg tenggelam karena seratus juta penduduknya ~ KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU TAUFIQ ISMAIL,Paris 1971

Setiap perjuangan yang akan menang selalu mendatangkan pahlawan jadi-jadian Dan para jagoan kesiangan~MEMANG SLL DEMIKIAN HADI Taufik Ismail 1996

Tuhan Jgn biarkan negeri kami..Brgerak merosot ke arah Negeri Kutukan~Rindu Stelan Jas Putih & Pantalon Putih Bung Hatta.Taufik Ismail 2003

Saudaraku yg sirna nafkah, tanpa kerja berdiri hari ini. Seratus juta banyaknya ~ SERATUS JUTA.Taufik Ismail 1998 Sajak2 Reformasi

Tdk ad pilihan lain. Kita hrs Brjalan terus Krn brhenti atau mundur Berarti hancur ~ Kita adlah Pemilik Sah Republik Ini Taufik Ismail 1966

Jika adalah yg tdk bisa dijual-belikan Ialah yg brnama keyakinan ~ NASEHAT2 KECIL ORG TUA PD ANAKNYA BERANGKAT DEWASA Taufik Ismail 1965




Kamis, 03 Januari 2013

Kekasihku

Kekasihku..
Jalan terjal penuh duri pernah jadi temanku..
Luka-luka penuh darah menyanyi ditapak kakiku..
Hingga membisu penuh ragu..

Kekasihku..
Sayap itu pernah patah..
Terluka disisi dalam remuk rupa..
Serta asaku gelap gulita..

Kekasihku..
Senga tawa pernah membeku..
Sedang hati ceria tersungkur tabah..
Lalu imaji terbawa arah..

Itu ceritaku dulu..

Kini aku bernyanyi damai..
Ditengah gurun sekalipun, suaraku lantang membelah kebisuan..
Kau menunjuk arahku..
Serta roda suka melindas luka..

Hatiku yang pernah mati..
Ditanami tunas pesona jiwamu..
Senyum merekah merona merah diwajahmu..
Indah damai kuresapi dalam pandang..

Cintaku sebening embun kepadamu..
Sesejuk hawa di kaki gunung..
Bersinar panas di terik mentari..
Cintaku menyatu dengan alam untukmu..

Itu aku yang untukmu, itu aku yang untuk kita, dan itu aku yang untuk aku..

Untukmu kekasihku sederhana..

Karya : Saputra Cahya Yunanto

Cinta dan cinta

Aku pernah terlahir ke dunia..
Begitupun engkau, mereka, dan yang lainnya..
Kita tercipta karena Cinta dan cinta..
Dikepakkan sayap-sayap sayup dalam doa..

Cinta itu guru bagi manusia..
Ia melahirkan garis penghidupan..
Dalam nafas-nafas yang panjang dan terasa lelah..
Katup-katup cahayanya terbuka dari balik langit..

Cinta itu anugerah Tuhan..
Merdeka pengharapan dan manis peraduan..
Sesekali dijejali pahit dunia..
Begitu berat terasa, indah hangat tersampaikan pada jiwa..

Cinta itu alam..
Menyatu dalam keindahan tiap bunga yang bermekaran..
Mengasihi anak-anak adam dan hawa dilembah kebebasan..
Hadir bersama awan dan hujan ditengah tandus hati..
Serta kokoh berdiri musim-musim menjajaki citra manusia..

Sedang cintaku itu engkau..
Timbul dari balik luka..
Duduk dipeluk sayap-sayap cinta fana..
Menunggu perangai rembulan dari balik pegunungan..
Menumbuhkan bunga-bunga pada mata kita..
Pun kan lahir dari tunas-tunas jiwa kita sebuah Cinta dan cinta yang Agung..

Karya : Saputra Cahya Yunanto

Rabu, 02 Januari 2013

Soal Wacana


1.Bacalah wacana berikut dengan saksama!
Bendungan di Desa Jatirogo ini tidak ada duanya di Indonesia. Tubuh bendungan tersebut dari bantalan karet berisi air. Karena terbuat dari karet, tinggi permukaannya bisa diatur secara fleksibel. Bila terjadi banjir, bantalan karet itu dikempiskan. Dan air bah lancar mengalir ke laut. Sebaliknya, bila volume air sungai mengecil, tubuh bendungan diisi penuh, sehingga tingginya mencapai 3 m. Sungai terbendung dan airnya dimanfaatkan sebagai air minum dan irigasi. Pada saat yang sama, air pasang dari laut akan terhambat dan tak mencemari sungai yang menjadi sumber utama air tawar masyarakat di sekitar sungai.

Simpulan isi wacana di atas adalah…
a.Bendungan dari bantalan karet dapat membendung sungai.
b.Bendungan dari bantalan karet sangat bermanfaat.
c.Bendungan dari bantalan karet dapat mengalirkan air.
d.Pemanfaatan air melalui bendungan bantalan karet.
e.Bendungan bantalan karet dapat diisi dengan air.



2. Bacalah paragraf berikut dengan saksama!
Industri kimia dan petrokimia, industri pulp dan kertas, serta industri baja menggunakan minyak bumi sebgai bahan bakar utama untuk menggerakkan mesin-mesin pabrik. Demikian juga halnya alat transportasi laut, darat, dan udara, juga menggunakan minyak bumi sebagai bahan bakar utamanya.

Simpulan umum paragraf di atas adalah…
a. Minyak bumi sebagai bahan bakar berbagai industri.
b. Gas bumi dan batubara merupakan sumber energi yang penting.
c. Alat transportasi menggunakan minyak bumi sebagai bahan bakar utama.

d. Minyak bumi merupakan bahan bakar utama untuk berbagai macam industri dan alat transportasi.


e. Alat transportasi laut dan darat menggunakan minyak bumi sebagai bahan bakar.


3. Bacalah paragraf berikut dengan saksama!

Truk yang bermuatan cukup sarat itu gagal mendaki tanjakan licin pada penyeberangan sungai. Hujan lebat sebelumnya menyebabkan kondisi jalan sangat berat untuk dilewati, sehingga truk terperosok mundur ke tengah sungai. Agar memudahkan pendakian tanjakan, maka Ayub, pengemudi truk, meminta para penumpangnya turun. Dia bahkan mengingatkan kemungkinan terjadinya banjir bandang dari sebelah hulu. Akan tetapi, para penumpang menolak permintaan itu.
Ide pokok paragraf di atas adalah…
a. Truk gagal mendaki tanjakan licin. b. Truk terperosok mundur ke tengah sungai. c. Pengemudi truk meminta agar penumpang turun. d. Supir mengingatkan kemungkinan terjadinya banjir bandang. e. Penumpang menolak permintaan supir.


4. Bacalah paragraf berikut dengan seksama!

Jumlah angkatan kerja yang meningkat setiap tahun merupakan keuntungan sekaligus sebagai tantangan bagi pemerintah dan bangsa Indonesia dalam melaksanakan pembangunan nasional. Menurut pendapat para ahli bahwa manusia sebagai sumber potensial merupakan salah satu modal dasar pembangunan, yaitu sebagai motor penggerak dalam mekanisme kerja dalam proses produksi, serta sebagai sasaran dan hasil produksi itu sendiri.

Opini (pendapat) yang terdapat dalam paragraf diatas adalah …
a. Jumlah angkatan kerja yang meningkat.
b. Setiap tahun merupakan keinginan dan sekaligus sebagai tantangan.
c. Melaksanakan pembangunan nasional.

d. Manusia sebagai sumber potensi merupakan salah satu modal dasar pembangunan.


e. Sebagai sasaran dan hasil produksi itu sendiri.



5. Bacalah paragraf berikut dengan saksama!
Faktor utama untuk bersaing adalah SDM yang sekaligus sebagai subjek dalam berproduksi. SDM perusahaan atau industri harus memiliki kemampuan teknis profesional dan adaptif. Kemampuan teknis profesional adalah keahlian menghasilkan barang dan jasa dengan sarana teknologi yang memadai. Kemampuan adaptif adalah kesanggupan SDM untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan alam, sosial, dan lingkungan kerja, disiplin dan niai-nilai dalam perusahaan itu sendiri. Dengan kata lain, mereka harus memiliki kemampuan normatif.
Penalaran yang terkandung dalam paragraf di atas adalah …
a. Deduktif b. Induktif c. Deduktif – induktif d. Sebab – akibat e. Generalisasi


6. Bacalah paragraf berikut dengan saksama!

Berbicara tentang pendidikan sebenarnya sama halnya dengan berbicara tentang kehidupan. Pendidikan merupakan proses yang dilakukan setiap individu menuju arah yang lebih baik sesuai dengan potensi kemanusiaan. Proses ini hanya berhenti ketika nyawa sudah tidak ada di dalam raga manusia. Pendidikan pada hakikatnya adalah proses memanusiakan manusia. Profesor Driyarkarya merumuskan pendidikan sebagai proses memanusiakan manusia muda, yakni suatu pengangkatan manusia muda ke taraf insani sehingga ia dapat menjalankan hidup sebagai manusia utuh dan membudayakan diri.

Ikhtisar kutipan paragraf tersebut adalah….
a. Pendidikan sangat diperlukan setiap individu dalam kehidupan bermasyarakat, terutama dalam menjadikan masyarakat berbudaya.
b. Pendidikan adalah proses berkesinambungan dalam memanusiakan manusia menjadi manusia utuh dan berbudaya sesuai potensi yang dimiliki.
c. Selama masih hidup, setiap individu memerlukan pendidikan dengan tujuan untuk memanusiakan dirinya agar menjadi manusia yang utuh dan menjadikan dirinya berbudaya.
d. Pendidikan dan kehidupan ini tidak dapat dipisahkan karena pendidikan diperlukan oleh setiap individu untuk mencapai taraf insani, yakni sebagai manusia yang utuh dan membudayakan diri.
e. Melalui pendidikan, manusia dapat mencapai taraf hidup yang lebih baik, yakni sebagai manusia yang utuh dan membudayakan diri.


7. Cermati paragraf rumpang berikut ini!

Seberapa penting dan menentukankah pelemahan nilai tukar rupiah terhadap kehidupan masyarakat? ……….berlebihan kalau kita katakan………..pengaruh itu tidak ada. Pelemahan nilai tukar yang terus terjadi menimbulkan efek psikologis yang tidak baik. Apalagi, masyarakat pernah merasakan pengalaman pahit…………nilai terpuruk sehingga mengakibatkan barang-barang menghilang dari pasaran. ………….ada, harganya tidak terjangkau lagi.
Kata penghubung yang tepat untuk melengkapi paragraf rumpang tersebut adalah…
a. Tentu saja, kalau, begitu, barangkali b. Tentunya, bahwa, ketika, kalau c. Namun, bahwa, begitu, bahkan d. Namun, ketika, begitu, barangkali e. Oleh karena itu, seandainya, selama, ketika



8. Bacalah wacana berikut dengan saksama!
Naiknya harga minyak dunia membuat pemerintah Indonesia dalam posisi sulit. Jika tidak mengikuti kenaikan harga minyak dunia tersebut, yaitu dengan menaikkan harga BBM dalam negeri, perekonomian Indonesia akan hancur. Sebaliknya, apabila menaikkan harga BBM, masyarakat menengah ke bawah akan mengalami kesulitan hidup. Akhirnya, pemerintah mengambil langkah berani, yaitu menaikkan harga BBM dengan memberikan kompensasi berupa subsidi langsung kepada masyarakat kecil.

Isi paragraf di atas seperti diungkapkan oleh peribahasa…
a. Malang tak boleh ditolak, mujur tak boleh diraih.
b. Bagaikan makan buah simalakama, dimakan ibu mati, tidak dimakan bapak mati.
c. Memakan hendak kentang, membeli hendak ubi.
d. Ingin buah manggis di hutan, masak ranum tergantung tinggi.
e. Mati anak berkalang bapak, mati bapak berkalang anak.



9. Bacalah wacana berikut dengan cermat!
Pemakaian batubara di negara kita hingga saat ini masih terbatas hanya pada PLTU dan pabrik semen. Teknologi pengolahan dan kualitas batubara yang dimiliki bisa dikatakan masih rendah. Selain itu, masalah dana juga sangat terbatas. Di negara-negara maju, batubara sudah bisa diolah menjadi sumber energi. Di samping itu, dengan teknologi tinggi, batubara sudah bisa menghasilkan bahan baku industri kimia berupa gas sintetis.

Berikut ini yang bukan merupakan rincian gagasan yang dikemukakan pada wacana di atas adalah…..
a. teknologi pengolahan batubara masih rendah
b. kualitas batubara masih rendah

c. batubara menjadi sumber energi

d. batubara bahan baku industri kimia
e. pemakaian batubara masih terbatas


10. Sistem ujian SD/MI tahun 2008 dinamakan ujian nasional yang terintegrasi dengan

ujian sekolah. Ini adalah jalan tengah, mempersiapkan sekolah beradaptasi dengan
UN yang menetapkan peserta didik harus lulus Bahasa Indonesia, Matematika, dan
IPA. Jalan tengah itu diharapkan menghentikan protes penyelenggaraan UN tingkat
SD setelah pemerintah berseikeras pantang mundur dan menyelenggarakan UN
jenjang SLTP dan SLTA. Protes selama ini berisi UN tidak bisa dipakai untuk
memetakan kondisi praktis pendidikan. UN hanya memotret sesaat, apalagi
kemudian ternyata siswa didril dengan tiga mata pelajaran yang diujikan nasional,
sebab sekolah mengharapkan sebanyak mungkin lulus. Pemetaan mesti
ditempatkan dalam konteks proses dan bukan diorientasikan pada hasil saja. (Kompas,12 November 2007)

Simpulan yang tepat isi tajuk rencana diatas adalah…
a. Ujian nasional yang terintegrasi dengan ujian sekolah adalah jalan tengah yang diharapkan menghentikan protes penyelenggaraan UN tingkat SD.
b. Ujian nasional yang terintegrasi dengan ujian sekolah mempersiapkan sekolah beradaptasi dengan UN yang menetapkan peserta didik harus lulus Matematika, IPA, Bahasa Indonesia.

c. Protes selama ini berisi UN tidak bisa dipakai untuk memetakan kondisi praktis pendidikan yang hanya memotret sesaat, apalagi kemudian ternyata siswa didril dengan tiga mata pelajaran yang diujikan.


d. UN hanya memotret sesaat dimana siswa hanya didril dengan tiga mata pelajaran yang diujikan nasional sementara sekolah mengharapkan sebanyak mungkin lulus.
e. Pemerintah bersikeras pantang mundur menyelenggarakan UN jenjang SLTP dan SLTA dan SD meski protes selama ini berisi UN tidak bisa dipakai untuk memetakan kondisi praktis pendidikan.

 

 

Tembok Anjongan


Bari berhenti. Menarik napas, agak dalam, lalu menghembuskannya perlahan. Sebelah tangannya memain-mainkan gas. Kedua matanya fokus memandang ke depan. Ke bentangan jalan raya yang sepi. Hanya ada dingin udara pagi dan sedikit kabut yang tampak menjadi tebal di tikungan agak jauh di hadapan. Ia melihat ke belakang sebentar, memastikan tak ada kendaraan yang akan lewat. Truk-truk pengangkut kayu bisa saja menghentikan aksinya kapanpun. Bahkan menghentikan nyawanya.

Ia menoleh lagi untuk terakhir kalinya. Aman. Satu tarikan napas terakhir. Bari menginjak persneling dan menarik gas motornya. Gigi satu, dua, tiga, empat. Ia terus memacu motornya. Mukanya berhantam dengan angin. Matanya berair. Rambutnya kering dan mengembang. Jantungnya berdegup semakin kencang. Seratus kilometer perjam. Seratus lima belas. Seratus dua puluh dan motornya mulai bedeper 1). Bari mengendorkan cengkraman tangannya, menurunkan kecepatannya sebab motornya mulai tak stabil dan sudah hampir sampai di depan gerbang kompleks tempat tinggalnya.



“Huahh.. seratus dua puluh!” Ia tersenyum puas, seakan baru saja menjadi seorang juara sekaligus memecahkan rekor kecepatannya. Ia mengarahkan motornya masuk ke dalam kompleks. Belum berapa lama, ia teringat sesuatu bersamaan dengan sebelah tangannya yang melayang menepuk jidat. “Aih, lupa aku belikan mamak bubur.”

Bari pun berbalik ke gerbang kompleks. Menoleh ke kiri dan ke kanan sebentar lalu menyeberang ke warung Mak Seli. Syukurlah warung Mak Seli bukanya awal, batinnya.

“Dari mana, Bar?” sapa seorang teman Bari, namanya Moses, anak juragan kayu. “perikanan, ha?”

“Iya.”

Ape can 2) kau buat pagi-pagi buta ke perikanan sana? Ngebut-ngebutan?”

Bari tersenyum saja. “Mak Seli, bubur bungkus dua ya. Satu tak pakai cabe.” Ia lalu duduk di bangku panjang.

“Nanti sore ke Tembok Anjongan yuk.” ajak Moses. “biasa, main sepeda.”

Bari terlihat girang. “Ayolah!” jawabnya lekas.


* * *


Tembok Anjongan bukanlah berbentuk berupa tembok seperti Tembok China, misalnya. Tembok Anjongan sebenarnya hanyalah jalan selebar satu meter yang terdapat di dalam Kampung Ambalau. Sebagian sudah dilapis semen, sebagian masih berupa tanah keras. Entah, kenapa anak-anak menyebutnya Tembok Anjongan alih-alih Tembok Ambalau. Jalan tersebut menghubungkan daerah Anjongan dengan Pauh, melewati Kampung Ambalau. Dan panjangnya pun tentu tak sepanjang Tembok China itu. Hanya sekitar lima kilometer. Tapi sepanjang Tembok Anjongan itu anak-anak menemukan arena bermainnya yang sangat seru. Setiap sore menjelang petang, mereka menggunakannya sebagai lintasan sepeda.

Sepanjang ‘lintasan’ Tembok Anjongan yang hanya lurus atau berkelok tapi tak memiliki cabang itu terdapat zona-zona yang berbeda di dalamnya yang membuat ‘petualangan’ semakin seru. Dari kilometer pertama ke kilometer sekian berisi rumah-rumah penduduk Kampung Ambalau, kilometer berikutnya memasuki zona pohon-pohon-seolah tengah melintasi hutan dan tentunya udara terasa sangat sejuk saat melintasi zona itu. Lalu zona ‘padang pasir’-anak-anak menyebutnya demikian sebab terdapat banyak pasir sisa pembangunan di sana-dan zona ini menurut mereka adalah zona yang paling berbahaya, sebab sepeda gampang oleng saat ban melintas di atas timbunan pasir dan tentunya dapat membuat mereka terjatuh. Zona berikutnya adalah zona tanjakan dan turunan-pada zona ini biasanya mereka serempak mengeluarkan suara teriakannya saat meluncur di turunan yang lumayan curam, lalu dengan cermat menarik rem saat mendekati tikungan tajam menuju zona berikutnya. Zona terakhir sekaligus menuju ‘garis finish’ dari Tembok Anjongan adalah zona tenang-tak ada tanjakan, turunan, ataupun timbunan pasir-mereka dapat mengayuh sepeda mereka dengan santai dan menarik napas sejenak, sebelum akhirnya tiba di jalan raya, menghadap hamparan sawah, dan disambut dengan sorot sinar senja yang kemerahan-menyiratkan untuk mereka gemilang kemenangan.

“Ayo, Din!” Bari berseru, ia sudah siap dengan sepeda gunungnya.

Empat orang temannya yang lain pun sudah bersiaga. Ada Moses si anak juragan kayu, Sarudin anak tukang ikan, Iswadi anak pemilik bengkel motor, dan satu-satunya perempuan di sana-Wita, anak pegawai negeri di kompleks pertanian, sama dengan ibunya Bari.

“Jangan lupa, hati-hati nanti waktu masuk daerah padang pasir, pandai belenggok 3) sendiri sepeda kau.” Sarudin yang paling tua memberikan nasihat kepada teman-temannya yang sudah tak sabar ingin memacu sepeda mereka.

“Tahu beh 4)..”, mereka serempak menjawab petuah Sarudin.

“Yang paling cepat sampai di Pauh, dia yang menang.” kata Iswadi.

“Tak boleh lepas azan magrib, siapa yang begitu tau sendiri akibatnya.” Wita melanjutkan. “akan kena tangkap hantu.”

Mereka memang punya kesepakatan yang agak aneh, tepatnya pada bagian ditangkap hantu. Bari sendiri yakin tak ada hantu di Kampung Ambalau, di Anjongan, di mana saja. Hantu hanya ada di televisi. Hantu yang tak memakai baju, hantu yang entah seperti lelaki entah seperti perempuan, hantu yang pakai kemeja dan dasi, hantu yang bergoyang sambil bernyanyi-nyanyi, banyak lagi. Tapi tidak di sini, Bari membatin. Ia tahu ‘kena tangkap hantu’ hanya alat untuk menakuti-nakuti agar memicu dirinya, dan juga teman-temannya yang lain, untuk memacu sepedanya dengan kencang agar tak ketinggalan di belakang.

“Ayooo!” Bari kembali berseru, kali ini lebih keras, penanda bahwa balapan sudah dimulai.

Bak pembalap sepeda profesional, mereka-terutama kaum lelaki-mengayuh sepedanya sambil merendahkan punggungnya. Sementara Wita tetap mengayuh dengan tegap. Mereka mengalami kesulitan saat hendak melewati zona pertama-zona rumah-rumah penduduk Kampung Ambalau-sebab banyak orang berlalu-lalang. Ada bibi-bibi penjual jamu, ada yang tengah mengangkat jemuran, ada yang sedang memberi makan anaknya, ada anak-anak berlarian, ada tukang penjual sayur, ada pula yang tengah menjemur jagung dan biji kopi. Dengan lebar jalan yang hanya sekitar satu meter tentu mereka harus bersusah-payah berkelit dan tak bisa memacu sepeda dengan cepat.

Akhirnya setelah beberapa menit menahan diri untuk tidak ngebut, mereka bisa lepas dari zona pertama dan masuk ke zona kedua, zona hutan. Jalan Tembok Anjongan sudah terlihat lapang dan mereka bebas memacu sepeda mereka secepat yang mereka inginkan. Bari tak mau menunggu lebih lama, ia langsung menyalip Sarudin dan Iswadi yang berada di depannya. Dengan sedikit manuver dan mengambil resiko untuk keluar jalur, ia sukses mendahului Sarudin. Sarudin terlihat mengumpat, dan Bari tertawa senang.

Beberapa menit berlalu, Bari merasakan perutnya mulas. Ia mau kencing. Dipelankannya sepedanya, dan ia menepi di dekat sebuah pohon. Ia pun buang air di sana.

“Oi! Apa kau buat, Bar!” Sarudin menyeru, ia menyusul Bari dan dengan segera melewatinya. “aku duluan! Hahaha..”

Bari menggerutu. Ah sialan, pikirnya. Ia buru-buru mengaitkan kancing dan menaikkan risleting celananya. Dengan sigap ia meraih sepedanya dan langsung menaikinya sembari mulai mengayuh lagi.

Di tengah jalan, ia dapat melihat sosok temannya, agak jauh. Ia mengayuh sepedanya semakin laju. Setelah dekat, ternyata Sarudin dan Iswadi tengah tergeletak. Sepertinya mereka baru saja tabrakan satu sama lain. Bodoh, batin Bari. Tapi ia girang karena saingan terberatnya sudah bisa dipastikan gugur dari pertempuran. Ia membiarkan Sarudin dan Iswadi duduk teraduh-aduh di tanah memegangi lutut dan siku sambil berusaha keras mengangkat sepeda mereka yang ringsek.

Aku akan menang, ucap Bari dalam hatinya.

Memasuki zona padang pasir, di belakang Bari ada Wita dan Moses yang cukup terlihat kepayahan menyusul Bari, tapi mereka sudah hampir dekat. Tiba-tiba Wita yang melintas melewati timbunan pasir oleng dan terjatuh bersama sepedanya, menimbulkan bunyi ‘gedebuk’ yang teredam.

Tak ada suara.

“Bar, berhenti bentar, kayaknya Wita pingsan itu.” Moses menghentikan sepedanya dan menoleh ke belakang.

“Ah udahlah, nanti kita jemput lagi ke sini habis kita sampai di garis finish.” Bari mengacuhkan, sebelah tangannya memberi isyarat kepada Moses agar melanjutkan pertandingan mereka.

Moses menoleh ke Bari, menoleh lagi ke Wita yang terkapar di atas pasir beberapa meter di belakangnya. Ia cemas. Wita tak bersuara, apalagi menangis. Ia pasti pingsan. Bagaimana ini, gumamnya dalam hati.

“Oi, Ses! Ayolah!” Bari berseru, keras.

Setelah membuang jauh-jauh rasa cemasnya karena Bari berkata mereka akan kembali lagi untuk menjemput Wita, juga Sarudi dan Iswadi di belakangnya, Moses pun melanjutkan perjalanan. Ia mengayuh sepedanya dan menyusul Bari.

Lepas zona padang pasir, mereka memasuki zona tanjakan dan turunan. Tak berselisih jauh, Bari memimpin sementara Moses membayang-bayanginya. Sampai di puncak tanjakan, Bari melihat di bawahnya turunan yang cukup curam, begitu juga dengan Moses. Ini kesempatanku mengejar dan meninggalkan Bari, Moses berkata kepada dirinya sendiri.

Tanpa disadari Bari, Moses menyalipnya secara tiba-tiba. Ia mengayuh sepedanya begitu kencang padahal jalanan menurun dan lumayan curam. Menyebabkan kecepatan sepedanya meningkat berkali-kali lipat. Suara angin sampai berdenging di telinganya.

“Hahaha.. aku menang, Bar. Aku menang!” Moses berseru kegirangan. Ia tak sadar di depannya ada tikungan tajam. Ia pun lengah dan terlambat menarik tuas rem hingga tergelincir jatuh ke dalam jurang. Tubuhnya berguling-guling, begitu pula sepedanya.

Bari melihat kejadian itu, dan entah kenapa ia malah merasa senang. Saingannya habis semua. Ia menang.


* * *


Belum lama tadi azan magrib berkumandang. Musholla di Kampung Ambalau ramai dipadati jemaah. Mereka tak hanya shalat magrib, tapi juga menunaikan shalat jenazah.

Di tempat lain tak jauh dari musholla, ada yang sedang betekak 5).

“APA KAU BUAT DI HUTAN SANA?!” sergah Wak Amu, salah seorang warga Kampung Ambalau.

“Tak ada, cuma balapan sama kawan-kawan.” jawab Bari.

“Bohong! Kau pasti berbuat sesuatu sampai mereka semua celaka dan satu temanmu mati.”

Bari terdiam sebentar. Ia lalu tertunduk, melengos.

“Aku kencing di pohon, Wak.”

“Sudah kau ludah kencing kau itu?!” Wak Amu menatap Bari dengan amarah dan curiga.

Bari menggelengkan kepala, tangannya seakan mati rasa. Ia lupa kalau kencing sembarangan dan tak ada air untuk menyiram, bekas kencing itu harus diludah, agar tak menimbulkan bala. Biasanya ia tak pernah luput dengan hal-hal semacam itu, meski ia tak pernah sekalipun percaya. Tapi kali tadi ia benar-benar khilaf sebab tak ingin tertinggal oleh teman-temannya di lintasan Tembok Anjongan. Ia ingin menang dalam balapan itu.



* * *


Bari menarik gas motornya. Laju, laju, dan kian laju. Ia tahu karena kebodohannya, salah seorang sahabatnya sudah memasuki zona lain di Tembok Anjongan. Zona tersembunyi. Ia tak ingin ketinggalan. Segera, batinnya. Segera, ia akan sampai juga di sana, bersama dingin udara pagi buta, secukupnya kabut, dan suara klakson truk pengangkut kayu yang menyusul di belakangnya.