HASIL GUA NGEBLOG DAN SEDIKIT PERCAMPURAN BLOG LAIN

Sabtu, 24 November 2012

“Perang Palestina-Israel”


Sementara itu:

Indonesia masih jadi negara dgn angka kematian ibu & anak tertinggi di Asia.
Anak anak meninggal di Indonesia tanpa sempat bermimpi & bahkan punya cita cita
Keluarga keluarga berwajah muram, lunglai, kalut, stres, nyaris terganggu jiwanya, memikirkan biaya pengobatan anak anaknya yg sakit keras
Anak anak bunuh diri karena malu tidak bisa melanjutkan sekolah karena orangtuanya tidak mampu
Anak anak dgn gangguan kejiwaan dipasung, dikandangin seperti binatang
Anak jalanan perempuan potong rambut pendek seperti laki laki supaya disangka anak laki dan tidak diperkosa preman atau anak jalanan yg lebih besar badannya
Difable (Different Ability People, istilah tg disepakati sbg pengganti “cacat”) didiskriminasi di seluruh Indonesia krn negara ini tidak menyediakan sarana-prasarana agar mereka bisa bebas mandiri ke mana mana.

Mereka yg mengungsi dari timorleste masuk ke NTT karena ingin jadi bagian dari Indonesia masih tinggal di tenda tenda pengungsian, krn walau mereka dgn patriotik memilih Indonesia, pemerintah Indonesia tidak mempedulikan mereka
Perempuan perempuan didagangkan bagaikan sayur, disiksa, dipukuli, disuruh diam dan menurut kpd laki laki yg sudah bayar utk menikmati dirinya
Anak anak kecil disodomi di pulau dewata, yang jadi wajah pariwisata Indonesia
Daerah daerah di Indonesia masih ada yg tidak punya listrik, boro boro punya TV apalagi internet. Terbelakang secara wawasan, didiskriminasi hak akan pengetahuan
Sekolah mengeluarkan anak perempuan yg jadi korban pemerkosaan karena takut bikin malu sekolah
Daging impor di Indonesia semua adalah hasil KKN dgn kementrian pertanian namun tdk ada yg berani membahas. 

Sementara itu pedagang daging lokal gulung tikar merugi karena impor yg masuk melebihi kuota
Korupsi di kepolisian, kejaksaan, kehakiman, DPR, pemerintahan yang harusnya justru jadi yg pertama untuk menegakkan hukum
Aktivis masih hilang tidak jelas nasibnya, para orangtua hingga akhir hayatnya melakukan aksi Kamisan di depan Istana Presiden tanpa hasil yg jelas
Pembunuh Munir masih berkeliaran
Dalang kerusuhan 1998 masih hidup tenang
Bahkan ada yg mau mencalonkan diri jadi Presiden
Rakyat di Sidoarjo kehilangan hidup karena lumpur Lapindo
Soeharto mau dijadikan pahlawan
Saya tidak bilang bahwa Ratusan yg meninggal di Palestina-Israel tidak penting.
Tapi dekat dengan kita, disamping rumah mungkin, masalah tidak kalah besarnya merintih minta diperhatikan
Palestina-Israel jadi besar di mata anda karena media yg bikin besar untuk anda
Masalah tadi di atas?
Tidak ada yg perhatikan
Tapi tetap ada
Ini masalah kita
Sebangsa Indonesia
Setanah air Indonesia
Silakan anda ribut di twitter utk Palestina-Israel, saya punya masalah di negri sendiri yg ingin saya bantu selesaikan
Bukan saya tidak peduli dgn Palestina, tapi kalau di depan anda ada yg minta “Tolong”
Masak anda harus tinggalkan dia pergi ke Palestina?
Masak?

Rabu, 21 November 2012

► Ingin Bantu Palestina di Media Sosial? begini caranya

Pertama : follow dulu twitter : @TEGURAN
dan FB : fb.com/asiktau 

setelah itu baca cara nya dibawah ini:

Israel berusaha mencitrakan bahwa mereka tidak punya pilihan lain kecuali perang dengan Palestina

Jika Anda termasuk yang prihatin situasi warga Palestina di Gaza dan ingin membantu meringankan beban mereka, media sosial mungkin bisa menjadi alat yang murah - ketimbang berangkat sendiri ke Gaza - dan konkret untuk mewujudkan niat mulia Anda itu.

Ikut terjun ke perang media sosial antara Israel yang jauh lebih kuat melawan Hamas dengan kekuatan semenjana, menurut para pakar media sosial, bisa membantu rakyat Palestina untuk memenangkan simpati dan dukungan dunia, setidaknya di alam digital.

Seperti yang diberitakan sebelumnya, serangan Israel ke Gaza, wilayah Palestina yang dikendalikan Hamas, 14 November lalu telah menciptakan rekor tersendiri. Untuk pertama kalinya perang dinyatakan via Twitter, ketika juru bicara angkatan bersenjata Israel (IDF) melalui akun Twitter resminya mengumumkan permulaan serangan udaranya ke Gaza.

"Perang Israel Palestina bukan hanya via udara, tetapi juga melebar ke digital, khususnya media sosial," tulis pakar media sosial, Nukman Luthfie, dalam akun Twitter-nya, Selasa siang (20/11).

Israel dengan akun Twitter @IDFSpokeperson menyerang Hamas dan berusaha mendulang simpati dari seluruh dunia. Sementara Hamas berusaha mengimbangi dengan akun Twitter @Alqassambrigade. Media sosial dijadikan alat propaganda baru yang lebih efektif dalam perang modern.

Tetapi menurut Nukman Israel rupanya lebih siap di era perang digital ini. Israel menurutnya telah sadar bahwa perang di era modern tidak hanya berlangsung di darat, udara, dan laut, tetapi juga di dunia maya.

"Sehingga Israel sudah mempersiapkan strategi dan senjata digitalnya,"

Israel, menurut Nukman, membentuk ekosistem, konten, dan komunitas sosial media yang terpadu untuk mendukung aksi militernya terhadap Gaza dan menyebarkan kampanye anti-Hamas.

"Semua platform social media resmi Israel untuk perang berisi propaganda dengan format infografik berbasis data yang kuat,"

Nukman mencontohkan website resmi IDF yang misalnya mempunyai widget yang menghitung secara real time jumlah roket yang telah ditembakan Hamas ke wilayah Israel. Di YouTube IDF mengunggah video korban-korban yang jatuh dari pihak Israel, dan di Facebook menampilkan grafik tentang jangkauan roket Hamas.

Tagar #Gazaunderattack

Menurut Nukman dengan kampanye di media sosial seperti Twitter, Israel berusaha mencitrakan bahwa mereka tidak punya pilihan lain kecuali perang dengan Palestina.

IDF kini punya hampir 200.000 follower di Twitter, sementara akun Twitter resmi Hamas, Allqassam Brigade, mempunyai tidak lebih dari 40.000 follower.

Pendapat senada juga disampaikan pendiri dan direktur lembaga riset media sosial Politicawave, Yose Rizal. Kepada Beritasatu.com Yose menyampaikan bahwa "Israel sudah menyiapkan strategi digital" yang dikomunikasikan melalui aset2 digitalnya, seperti Twitter, Facebook, Youtube, dan website.

"Komunikasi digital yang dilakukan oleh @IDFSPokeperson bertujuan untuk menjustifikasi invasi mereka ke jalur Gaza, sementara komunikasi dari @Alqassambrigade lebih menceritakan update kondisi yang terjadi," jelas Yose dalam emailnya Selasa malam.

Tetapi kampanye digital terpadu yang dilancarkan Israel, menurut Yose, tidak serta-merta menguntungkan Israel. Menurut dia banyak juga akun di dunia maya yang membantu perjuangan Palestina di dunia digital.

"Jadi percakapan dan sentimen yang terjadi lebih banyak membela perjuangan Palestina," tutur Yose.

Yose dan Nukman sepakat, bahwa salah cara konkret untuk membantu warga Palestina di Gaza adalah dengan ikut terlibat dalam "perang digital" melawan Israel.

"Mau meredam propaganda perang digital Israel? Tweet info-info terbaru agresi Israel dalam bahasa Inggris dengan tagar #gazaunderattack dan #gaza,"

Meski demikian dia menganjurkan agar jika ingin me-retweet tentang agresi Israel maka harus mencari sumber terpercaya agar tidak "me-retweet sampah".

Sementara Yose menganjurkan jika ingin membantu perjuangan Palestina di dunia digital bisa dilakukan dengan memfollow akun @Alqassambrigade dan me-retweet informasi mereka, dengan beberapa tagar seperti #Gaza, #GazaUnderAttack, #Palestine, dan #IsraeliTerrorism.

"Dengan demikian pesan dan kondisi Gaza dapat viral secara cepat dan luas," terang Yose menutup penjelasannya.

sumber:http://www.beritasatu.com/digital-life/84032-ingin-bantu-palestina-yuk-serbu-israel-di-media-sosial.html

Sumber : http://www.menjelma.com/2012/11/ingin-bantu-palestina-di-media-sosial.html#ixzz2CmzyiGCz

Senin, 19 November 2012

Gaza untuk Gaza untuk Gaza untuk

Peluru keras merapat kedaratan
Anak anak kecil yang tak tau apa apa menjadi korban
Sedih saja bila mendengar tetapi menangis bila kita terlibat
Daratan kacau Gaza bergejolak

Pagi itu seharusnya kalian pergi sekolah
Siang hari seharusnya kalian bisa menikmati bekal pagi
Sore hari seharusnya kalian bermain bersama
Dan malam hari seharusnya kalian nyenyak mimpi

Tetapi...

Pagi ini kalian disibukan lari sana sini mnghindari amunisi
Siang hari kalian harus memasuki ruang sakit
Sore hari kalian bersih baku melawan tentara tak bermoral
Dan malam hari bintang dan bulan terlihat seperti rudal dan roket yang terbang sana sini
Nyata benar itu yang terjadi malam ini

Kalian hanya berdoa
Kalian hanya prihatin
Kalian hanya menyuarakan
Kalian hanya kalian
Dan kalian bukan kami yang selalu melawan rasa ketakutan

Bersumpah melawan itu yang kami lakukan sejak kecil
Melawan itu yang kami lakukan ketika remaja
Berjihad demi nama Palestina itu itu wajib ketika dewasa


Perbandingan 3 Puisi



Sajak Datang Dara, Hilang Dara merupakan sajak terjemahan Chairil Anwar yang begitu mempesona. Memang, berbeda penerjemah yang penyair dalam menerjemahkan sebuah puisi dengan seorang penerjemah biasa. Bisa dilihat kekuatan diksi yang digunakan oleh Chairil dalam menerjemahkan karya Hsu Chih Mo, yang berjudul A Song of The Sea. Berikut sajak terjemahan karya Chairil:
DATANG DARA, HILANG DARA
“Dara, dara yang sendiri
Berani mengembara
Mencari di pantai senja,
Dara, ayo pulang saja, dara!”
“Tidak, aku tidak mau!
Biar angin malam menderu
Menyapu pasir, menyapu gelombang
Dan sejenak pula halus menyisir rambutku
Aku mengembara sampai menemu.”
“Dara, rambutku lepas terurai
Apa yang kaucari.
Di laut dingin di asing pantai
Dara, Pulang! Pulang!”
“Tidak, aku tidak mau!
Biar aku berlagu, laut dingin juga berlagu
Padaku sampai ke kalbu
Turut serta bintang-bintang, turut serta bayu,
Bernyanyi dara dengan kebebasan lugu.”
“Dara, dara, anak berani
Awan hitam mendung mau datang menutup
Nanti semua gelap, kau hilang jalan
Ayo pulang, pulang, pulang.”
“Heeyaa! Lihat aku menari di muka laut
Aku jadi elang sekarang, membelah-belah gelombang
Ketika senja pasang, ketika pantai hilang
Aku melenggang, ke kiri ke kanan
Ke kiri, ke kanan, aku melenggang.”
“Dengarkanlah, laut mau mengamuk
Ayo pulang! Pulang dara,
Lihat, gelombang membuas berkejaran
Ayo pulang! Ayo pulang.”
“Gelombang tak mau menelan aku
Aku sendiri getaran yang jadikan gelombang,
Kedahsyatan air pasang, ketenangan air tenang
Atap kepalaku hilang di bawah busah & lumut.”
“Dara, di mana kau, dara
Mana, mana lagumu?
Mana, mana kekaburan ramping tubuhmu?
Mana, mana daraku berani?
Malam kelam mencat hitam bintang-bintang
Tidak ada sinar, laut tidak ada cahaya
Di pantai, di senja tidak ada dara
Tidak ada dara, tidak ada, tidak –
Adapun sajak di atas, merupakan terjemahan sajak Hsu Chih Mo berikut ini:
A SONG OF THE SEA
I
“Girl, girl alone,
Why do you wander
The twilight shore?
Girl, go home, girl!”
“No, I won’t go!
Let the evening wind blow
On the sands, in the glow.
My hair is combed bay the winds,
As I wander to and fro.”
II
“Girl, with the hair uncombed,
Why do you stay
By the cold silent sea?
Girl, go home girl!”
“No, let me sing,
Let me sing, wild sea who sings to me
Under the starlight, in the cool winds
A girl’s voice singing free”
III
“Girl daring girl
Dark clouds are coming over the sea’s edge
Soon there will be fierce clouds
Girl, go home, go!”
“Look, I am dancing in the air,
I am a seagull dancing among waves,
In the ecening tide, in the sands,
Swiftly hovering, gracefully,
Back and forth, back and forth.”
IV
“Hark, the wild rages of the wild sea!
Girld, go home, go!
Look, the waves are fiarce beasts.
Girl, go home, girl!”
“The wave will not eat me,
I am like the tossing of the wild seal
In the tide’s song, in the wave’s light
I hurry amidst the sea-foam,
Tumbling, tumbling!”
V
“Girl, where are you girl?
Where is your song?
Where is your graceful body?
Where are you, daring one?”
The dark night eats up all the stars
There is no more light on the sea,
No more girl on the beach,
No more girl – no –
Saya berusaha menerjemahkan pula, tentu jauh dari Chairil tapi ini usaha saya untuk menerjemahkan sebuah puisi yang indah itu:
TENTANG NYANYIAN LAUTAN
“Perempuan, perempuan yang sendirian,
Kenapa kau mengembara
Pantai pada senjakala?
Perempuan, pulanglah perempuan!”
“Tak, aku tak akan pergi!
Biarkan angin sore menderu
Pada pasir yang bercahaya.
Rambutku disisir angin teluk,
Saat kumengembara dari barat ke utara.”
“Perempuan, dengan rambut kusut,
Kenapa kau tinggal
Dengan laut sunyi yang dingin?
Perempuan, pulanglah perempuan!”
“Tidak, beri aku kesempatan bernyanyi,
Beri aku kesempatan bernyanyi, laut liar pun bernyanyi kepadaku
Di bawah cahaya bintang, di angin yang dingin
Suara perempuan menyanyi dengan bebasnya”
“Perempuan yang berani
Awan kelam datang bersemayam di lautan
Segera akan ada awan mengancam
Perempuan, pulanglah, pergilah!”
“Lihatlah, aku  sedang menari di udara,
Aku adalah camar menari di bibir ombak,
Di senja yang pasang, di pantai berpasir,
dengan cepat menunggu dekat, dengan penuh rahmat,
berputar-putar, menari-nari.”
“Dengarlah, amukan liar dari  laut liar!
Perempuan, pulanglah, pergilah!
Lihatlah, ombak serupa binatang buas.
Perempuan, pulanglah perempuan!”
“Gelombang tidak akan menelanku,
Aku seperti gelombang dalam laut yang buas!
Dalam nyanyian pasang, dalam cahaya gelombang
Aku berputar-putar di tengah lautan
Terguling-guling!”
“Perempuan, di mana kamu perempuan?
Di mana nyanyianmu?
Di mana badan gemulaimu?
Di mana kamu, perempuan pembarani itu?”
Malam yang gelap menerkam semua bintang-bintang
Tak ada cahaya di lautan,
Tak ada perempuan di pantai,
Tidak ada lagi anak perempuan  –sungguh tidak-

Sabtu, 17 November 2012

Raja Gitar (Nyalon)in Jadi Presiden ?

Okeh kalian taulah bangsa ini memang sangat terpuruk kondisi mental dan banyak carut maut problematika yang sedang dilalui bangsa ini. Jujur saja yah kalau ada program perpindahan warga negara lebih baik saya pindah. Mengapa? Ga cinta tanah air? BUKAN ITU JAWABNYA. Tetapi biar pemerintah sadar bahwa banyak suara rakyat yang ingin di dengar juga tentunya.

Dalam era 2004-2009
Dalam era 2009-2014
Berapa banyak kasus? kurang lebih 100 masih dalam proses
Hanya keprihatinan yang di berikan dari pada rasa kepedulian

Apa lagi ini si Raja DANGDUT (bukan rasis yeh) di pemerintahan yang sebelumnya aja udeh banyak album dan nyanyiannya apa lagi kalau bener bener musisi yang turun jadi pemimpin bangsa ini "bayangkan deh" lagi ada masalah besar terus sang pemimpin duduk diteras mainin gitar di istananya sambil ngopi? GA ADA YANG GA MUNGKIN !

Jadi, bila mana orang yang mau mimpin INDONESIA itu harus beriman besar terhadap warga negaranya, kalau masalah agama itu sudah masing masing ada jalannya. Politik itu keras sedikit kritik bisa bikin mental dan nyali turun tapi kalau jiwanya besar dan ada niat yang tulus dalam hati kecil insya allah bangsa ini meskipun lambat pergerakanya menjadi negara maju, tetapi sadar akan warga negaranya hal pertama yang harus dimajukan sebelum menjadi negara maju adalah memajukan warga negaranya.

Senin, 12 November 2012

Apalah Arti "FATWA" Bila Sudah Menjadi Budaya !


Mengapa harus Jepang? Orang Jepang yang non muslim mungkin tidak peduli hukumnya merokok itu halal, makruh atau haram ya, seperti yang lagi hangat di perbincangkan di Indonesia. Seperti kita ketahui bahwa baru-baru ini organisasi Muhammadiyah telah merilis fatwa haram merokok. Merokok di anggap sebagai kegiatan yang tidak memberi manfaat/sia-sia, malah membawa banyak mudarat sehingga harus dihentikan.
Apa hubungannya dengan Jepang ya…?

Terlepas dari polemik fatwa dari organisasi keagamaan itu, ada baiknya kita bercermin pada kebijakan pemerintah Jepang dalam menghentikan kebiasaan merokok.
Pemerintah mereka juga peduli akan “aktifitas menghisap asap daun tembakau ini” tetapi mereka melihatnya dari sisi yang lain yaitu kesehatan dan kenyamanan warganya baik si perokok sendiri ataupun lingkungannya. Kebijakan untuk menghentikan merokok ini dilakukan secara perlahan-lahan, secara halus, berjenjang dan terencana dengan baik, sehingga tidak serta merta menyebabkan banyak warganya, seperti petani tembakau, buruh, dan pedagang kehilangan mata pencaharian.
Berikut ini kronologis kebijakan pemerintah Jepang berkenaan untuk mengurangi dan menghentikan kebiasaan merokok warganya:

* Tahun 2004, Pemerintah Jepang menaikan harga rokok. Dengan dinaikannya rokok, tidak menyebabkan harga sembako menjadi naik toh?

* Tahun 2007 akhir, Pemerintah Jepang memasang larangan merokok di semua taksi di Jepang, tidak terkecuali untuk pengemudinya.
Tahun 2008, Pemerintah Jepang mengeluarkan kartu “Taspo”, yaitu semacam SIM (Surat Ijin Merokok), dengan tujuan anak di bawah umur 20 tahun tidak boleh merokok. Masing-masing perokok wajib terdaftar sebagai perokok dan wajib memiliki kartu tersebut. Kartu Taspo ini sangat sakti. Mesin penjual rokok atau toko tidak akan menjual rokoknya kepada yang tidak memiliki kartu ini.

* Kartu ini juga akan mendeteksi presentase pengguaan rokok per bulan dalam hitungan grafik, yang berhubungan dengan kesehatan dunia dan sebagainya.

* Rokok di Jepang dibuatkan semacam klasifikasi dari 10 s/d 1. Tujuannya adalah memberikan penyuluhan kepada perokok untuk berhenti secara alami. Klasifikasi tingkat 10 adalah yang paling berat, baik itu kadar tar, nikotin, dll. Setelah itu kia biasakan dengan rokok klasifikasi 9, 8, 7, dst., akhirnya klasifikasi tingkat-1, yaitu rokok yang paling ringan. Kalau sudah terbiasa menghisap rokok klasifikasi-1, tidak merokok sama sekali pun kita bisa.

* Tempat-tempat merokok khusus disediakan bagi perokok hampir di setiap pusat-pusat kota

* Merokok sambil berjalan bisa didenda 5000 yen/ 400 ribu di tempat!

* Awal 2009, dikabarkan harga rokok akan naik berlipat-lipat, dari 300 yen menjadi 900 yen. Kalau masih nekad merokok, gaji akan habis buat beli rokok tiap hari.
Di Indonesia, ada baiknya pemerintah mengambil inisiatif dengan meniru cara Jepang untuk menghentikan kebiasaan merokok, sehingga fatwa apapun akan mudah di ikuti.

Jumat, 09 November 2012

Tikungan Jalan Atau Lingkaran Setan



Pada awalnya, tikungan di komplek kami itu hanyalah sebuah tikungan biasa yang berada pada sebuah jalan yang juga biasa. Namun lama-kelamaan tikungan itu membuat warga kesal juga. Mereka harus ekstra waspada saat melewati tikungan itu. Bagi yang mengendarai sepeda, motor, atau mobil dengan terburu-buru pastilah akan mengalami celaka. Dan sekarang ini, tak ada manusia yang tak terburu-buru. Semuanya terburu-buru. Seakan dihantui oleh waktu.

Jalan yang membentang pada tikungan itu sebenarnya tidaklah terlalu sempit, bahkan terhitung cukup lebar untuk dilalui dua buah mobil bersamaan. Namun sudutnya yang lumayan tajam, ditambah lagi yang sekarang membuat tikungan itu semakin meresahkan: sebuah pohon sawo yang tumbuh tepat di sudut dalam tikungan, membuat pandangan terhalang nyaris sepenuhnya. Apalagi ya, itu, buat mereka yang sedang (atau senang) terburu-buru. Makin parahlah kondisi tikungan itu.



Truk-truk pengangkut pasir yang masuk komplek karena ada warga yang sedang merenovasi rumah juga kerap menumpahkan angkutannya di tikungan itu. Tidak banyak, tapi kalau setiap saat ada pasir yang tumpah di sana, lama-lama menutupi permukaan jalan juga. Dan lagi-lagi, menambah tingkat bahaya tikungan itu. Kecuali mobil, sepeda maupun motor sangat mungkin tergelincir dan jatuh saat melewati tikungan berpasir itu.

Anak-anak pasar, ya, anak-anak pasar yang begundal itu juga membuat tikungan berpohon sawo dan berpasir itu menjadi semakin jauh berbahaya lagi. Mereka gemar sekali masuk komplek untuk berenang di sungai atau menunggu durian atau sekadar keliling-keliling komplek dengan mengendarai motornya secara ugal-ugalan. Padahal mereka sudah seringkali diperingati oleh warga komplek. Tapi dasar anak-anak pasar, tidak tahu bahasa Indonesia. Maunya pakai bahasa preman.

Ketika itulah, Pak Darbi, salah satu warga komplek kami habis-habisan mengomeli bahkan sampai memukul salah satu dari gerombolan anak pasar yang nakalnya minta ampun itu. Mereka menyenggol anak perempuan Pak Darbi yang saat itu sedang bermain dan diberi makan oleh ibunya di sekitar tikungan itu. Pak Darbi memarahi anak-anak pasar itu karena tidak hati-hati saat melewati tikungan. Dan yang dimarahi balik menuduh kalau istri dan anak Pak Darbi lah yang salah tempat. Sudah tahu tikungan itu tempat kendaraan lalu-lalang dan lumayan rawan, masih juga berada di sekitar situ.

Nyaris terjadi bentrok fisik, (anak-anak pasar tak takut melawan orang yang lebih dewasa) akhirnya pak RT turun tangan dan melerai perselisihan antara Pak Darbi dan anak-anak pasar. Pak RT menasehati anak-anak pasar itu untuk tidak ugal-ugalan kalau berkendara motor dalam komplek sebab mengganggu kenyamanan warga kompleknya. Yang diberi nasehat hanya memasang muka kusut dan langsung menaiki motor mereka lalu beranjak keluat komplek.

Malamnya, atas usulan Pak Darbi, warga berkumpul di musholla komplek untuk membicarakan perihal anak-anak pasar yang semakin hari semakin mengusik ketentraman warga. Perbincangan mengarah juga ke tikungan yang berbahaya itu. Pak Darbi mengeluhkan tikungan tersebut, ditambah lagi kelakuan anak-anak pasar yang semrawut.

“Sudah tahu tikungan itu tajam, berpasir dan terhalau pohon pula, masih saja mereka naik motor sembarangan. Untung nasib anakku bagus jadi tak sempat celaka. Coba kalau anak bapak, ibu, atau bapak dan ibu sendiri, tengah berada di sekitar sana dan dihantam tiba-tiba oleh anak-anak begundal itu. Bagaimana pula, ha?!” geram Pak Darbi.

Oh, ya, satu yang terlupa, di sekitar tikungan tersebut memang ada sebuah taman. Setiap sore, anak-anak komplek sering bermain di sekitar sana. Main bola, kejar-kejaran, keliling-keliling naik sepeda, macam-macam. Maka Pak Darbi, dan sebenarnya warga yang lain juga, sangat khawatir anak-anak mereka sewaktu-waktu bisa celaka saat sedang bermain-main di sana.

Lalu, dengan desakan Pak Darbi dan pertimbangan usulan warga, Pak RT memutuskan untuk berbicara dengan warga di pasar supaya memberitahu anak-anak mereka untuk tidak masuk komplek lagi. Nyaris terjadi salah paham, pak RT buru-buru menjelaskan alasannya. Tidak mengapa anak-anak pasar masuk komplek, asal menggunakan sepeda saja dan tidak ugal-ugalan.

Pak RT dan warga pasar pun sepakat. Semenjak itu anak-anak pasar tidak pernah lagi mengendarai motor masuk ke dalam komplek.

Tapi kecelakaan yang dikhawatirkan ternyata tetap terjadi. Mobil kepala balai beradu kepala dengan mobil warga. Sebabnya karena pohon sawo yang daunnya tumbuh semakin rimbun dan menghalangi pandangan. Lengah sedikit maka kecelakaan pun tak terelakkan.

Setelah kejadian tersebut, atas kesepakatan bersama, warga akhirnya memutuskan untuk memangkas pohon sawo itu. Tidak cukup dengan memangkas, mereka menebangnya. Habis. Tidak ada lagi pohon sawo yang tumbuh di sudut dalam tikungan itu dan dengan begitu tidak ada lagi yang menghalangi pandangan orang saat berkendara melewati tikungan itu.

Namun yang terjadi ternyata tak seperti yang diharapkan. Kecelakaan masih saja terjadi. Kali ini menimpa sesama warga komplek. Yang satu mengendarai motor hendak keluar komplek, yang satunya lagi juga mengendarai motor namun dengan arah berlawanan. Mereka sama-sama mengaku saat itu sedang terburu-buru. Yang satu hendak bertemu rekanan, terburu-buru karena ia tertidur di rumah dan terlambat satu jam dari janji yang sebelumnya sudah ia sepakati bersama rekannya itu. Yang satu lagi, terburu-buru karena anaknya sedang sakit dan ia ingin segera sampai di rumah membawa obat untuk anaknya itu.

Lalu mereka sama-sama mengaku, mereka sebenarnya tidak terlalu ngebut ketika itu. Andai saja tidak ada pasir di tikungan itu, pasti sepeda motor mereka tidak akan goyang dan tergelincir hingga akhirnya mereka kehilangan kendali dan bertabrakan.

Pasir, adalah masalah berikutnya yang harus disingkirkan.

Warga pun membersihkan tikungan itu dari pasir yang kerap tumpah dari truk-truk pengangkut pasir yang belakangan sering keluar-masuk komplek. Mereka menyuruh truk-truk pengangkut pasir itu melewati jalan lain untuk masuk ke dalam komplek. Tidak boleh melewati tikungan itu sebab pasir bisa tumpah lagi di sana dan membahayakan jiwa warga.

Tikungan sudah bersih dari pasir. Truk-truk pengangkut pasir tak lagi masuk ke dalam kompleks melewati tikungan itu.

Akan tetapi, olala, kecelakaan tak jua berhenti.

Semenjak itu, kami menyadari, ada yang salah dengan tikungan ini.


***


Sementara, Sesuatu sedang melihat tikungan itu jauh dari atas sana-tikungan itu membentuk sebuah senyuman. Sebenarnya, sudah lama tikungan itu tersenyum. Bahkan sejak pertama ia berada di sana. Dan sekarang, senyumnya semakin lebar saja.

 

Senin, 05 November 2012

Haruskah kami berdoa bersama agar JAKARTA terkena tsunami - Dea Rio Julian


Tuan yang terhormat sedianya kami adalah jelata yang mungkin enggan untuk kamu dengar pendapatnya, tapi mengatas namakan demokrasi yang anda gaungkan seyogyanya tolehkan muka dan lihat kami bicara.

Otak kami tidak sanggup jika harus berdebat karena bahasa anda tak dapat kami nalar.
Kalian adalah orang pintar yang menamakan diri kaum elit dalam birokrasi sedangakn kami hanya mengunakan sedikit logika saat perut lapar.

Kami bosan dengan carut marut negeri ini dan kami tak bisa menunggu hingga kita bertemu di alam baka dimana tangan dan kaki yang bicara. Tolong ingat ketika kami berbondong-bondong menuju sebuah tempat suara dengan membawa harapan, harapan yang datang saat kami mendapat janji manis sebuah masa depan bangsa. Betapa ikhlas 10 ribu kami relakan hanya untuk mendatangi sebuah pesta yang kau hasutkan dengan nama pesta rakyat, 10 ribu yang sangat berharga yang kami dapatkan dari pekerjaan untuk terus bertahan hidup.

Sekarang untuk sekedar duduk dalam rapat anda malah tertidur, safarimu hanya untuk menyenangkan hati. Hukum yang tercipta tajam kebawah dan sangat tumpul keatas, jika dulu kalian berbaur dengan kami sekarang sahabatmu adalah mereka orang-orang hedonis dan saling menjilat untuk menebalkan rupiah bagi diri sendiri lalu menebalkan telinga saat mendengar caci maki dan teriakan rakyat.

Adakah kalian lihat kami begitu miskin di tanah yang subur? Hutan kami kemana? gunung emas kami untuk siapa?

Kami muak dengan semua ini, selalu mengatasnamakan rakyat untuk kepentingan pribadi dan kaum hoax lainya, Upeti yang kami serahkan seperti madu bagi kalian. Haruskah kami berdoa agar terjadi gempa dan tsunami di jakarta untuk menghentikan peradaban nista para pejabat dan wakil rakyat.

Minggu, 04 November 2012

Cermin


DADANYA berdesir, Maila takjub melihat wajahnya sendiri di cermin. Serupa benar dengan wajah seorang puteri, katanya dalam hati. Ya, kau memang cantik, Maila. Wajahnya tersipu mendengar pujian itu. Pipinya merona. Merah muda. Ia tersihir oleh bayangannya sendiri. Bayangan ketika ia masih berada pada masa empat puluh tahun yang lalu.

Wajahnya cerah, berseri-seri. Setengah terpana melihat kecantikannya sendiri. Rambutnya panjang, berwarna hitam kecoklatan, berkilat, bergelung seolah ombak. Dahinya licin. Matanya bulat, berbinar-binar. Hitam pekat seperti langit malam. Dikedip-kedipkannya matanya, hingga ia perhatikan bulu matanya yang tebal dan lentik. Tebal serupa alisnya yang melengkung menaungi sepasang matanya yang indah itu. Diturutkannya telunjuknya, dari hulu hingga muara alisnya. Cantik sekali dirimu, ia membatin.

Ya, kau memang cantik, Maila.


Hidungnya, ia melihat hidungnya. “Ah, hidung ini, hidung yang menyimpan aroma wangi surga.” Hidung yang bangir. Menyambungkan sepasang mata mutiara dengan bibirnya yang merekah dan seolah selalu basah. Disentuhnya bibirnya. “Bibir ini, tak pernah dijamah seorang pun pria.” Ia tersenyum.

Ya, kau memang cantik. Dan kau suci, Maila.

Ia melirik ke lehernya. Jenjang. Putih. Mulus. Harusnya ada bekas gigitan di sini, katanya sembari meraba sekujur leher yang bersih itu. Tidak, tidak ada bekas gigitan atau luka atau apapun. Ya, cermin ini memang mengembalikan Maila kepada kesempurnaan. Di mana luka dan kenangan belum sempat memahatkan nodanya.

“Kenapa kau berbohong kepadaku?” air muka Maila tiba-tiba berubah.

Aku tidak berbohong, Maila.

“Ya, kau bohong!”

Tidak, Maila. Lihatlah, ini benar-benar dirimu. Cantik dan mempesona.

“Itu dulu!” Maila terisak.

Tidak. Tidak, Maila. Dulu, sekarang, dan nanti kau akan tetap seperti ini. Jelita.

“Apa maksudmu menunjukkan wajahku yang seperti ini?”

Memang beginilah dirimu, Maila. Tak pernah menjadi yang lain.

“Tidak! Aku sekarang sudah berbeda. Aku sudah tak cantik lagi seperti dulu. Aku tua! Buruk rupa dan tak berdaya!”

Kenapa kau bicara begitu, Maila?

“Begitulah kenyataannya!”


—Pemuda Buruk Rupa

MAILA ingat sekali masa-masa ia masih menjadi seorang gadis yang cantik jelita. Kembang desa, kata orang. Kecantikan Maila menyaingi rupa seorang puteri bahkan dewi-dewi sekalipun. Caranya berjalan, berbicara, seakan memiliki daya magis untuk menarik perhatian orang dan membuat orang itu betah berlama-lama menatapnya. Tak ada lelaki yang tak menoleh dan terpahat matanya saat Maila berjalan mengitari pasar untuk berbelanja. Termasuk Wono, seorang pemuda biasa yang berjualan daging di pasar itu.

Wono, yang setiap pagi melihat Maila berputar-putar di pasar diam-diam menyimpan hati kepada dara jelita itu. Namun ia tahu diri untuk tak menyatakan perasaannya. Wajahnya yang buruk membuatnya tak pernah berani untuk sekadar berbicara dengan orang lain, apalah lagi dengan Maila. Wono tak mau gadis itu meneriakinya monster lalu pingsan tiba-tiba saat ia menunjukkan diri di depannya. Selama ini ia melayani pelanggan dengan menunduk-nunduk. Ia tak berani menatap. Sudah bertahun-tahun ia menyembunyikan wajahnya dari orang lain, sejak ia terkena kutukan yang berasal dari sebuah cermin.

Cermin itu diperoleh Wono dari mendiang ayahnya. Keluarganya sangat miskin dan ia mengerti kalau-kalau orangtuanya tak bisa mewariskan apa-apa kepadanya. Tapi ternyata di penghujung hayatnya, ayahnya memberikan selembar surat wasiat. Di dalam surat itu tertulis bahwa ayahnya telah mengubur sebuah cermin tua. Kelak saat ia menjemput ajal, cermin itu harus diserahkan kepada keturunannya. Karena Wono adalah anak sematawayang, jadilah ia yang menerima cermin itu.

Sebelum melihat cermin tua itu, Wono tak pernah sekalipun bercermin. Hingga ia tak menyadari bahwa ia sebenarnya adalah seorang pemuda yang rupawan. Namun, semenjak adanya cermin tersebut, Wono menjadi sering bercermin. Ia bahkan kerap menghabiskan waktu berjam-jam duduk atau berdiri di depan cermin itu. Mengagumi dirinya sendiri. Serta sesekali mengutuk orangtuanya, kenapa tak pernah menyadarkan dirinya bahwa ia memiliki wajah yang tampan.

Seiring waktu berjalan, Wono menjadi tergila-gila dengan wajahnya sendiri. Pagi, siang, sore, malam dihabiskannya hanya untuk bercermin. Kalaulah ia seorang perempuan pasti ia akan langsung jatuh cinta dengan lelaki di dalam cermin itu. Walaupun tanpa itu ia juga sudah mulai jatuh cinta pada dirinya sendiri.

Yang Wono tidak tahu, cermin tua peninggalan almarhum ayahnya itu ternyata dapat mengisap jiwa orang yang sedang bercermin di depannya. Jika terlalu sering atau terlalu lama seseorang bercermin, maka ia akan segera menjadi tua melebihi usia yang sebenarnya. Semenjak itu, Wono mengubur cermin tua tersebut dan tak pernah memakainya lagi. Tentu saja, setelah wajahnya berubah menjadi buruk akibat menghabiskan nyaris seluruh hari-harinya hanya untuk berada di depan cermin.

“Wono, Wono..”

Wono terperanjat. Seorang gadis melambai-lambai di mukanya. Ternyata Maila.

“Melamun saja.” gadis itu tersenyum nakal.

“Ah, ada apa, Nona..” Wono salah tingkah.

“Bisa kamu bungkuskan daging sapi itu untukku?”

“Oh, tentu saja, Nona.”

“Ah, panggil saja Maila.”

“Ba-baik, Nona Maila.”

Maila tersenyum saja. Sedikit geli dan heran melihat tingkah laku Wono. Ia menunduk sedikit, mencoba untuk melihat wajah Wono yang sedari tadi ditutup-tutupinya. Namun Wono selalu menghindar.

“Ini, Nona. Ee maksud saya.. Maila.” Wono menyerahkan bungkusan hitam kepada Maila.

“Terima kasih.”

Maila berlalu. Wono mendengar tawa Maila yang renyah saat gadis itu berbalik dan meninggalkan tempat dagangannya. Harum tubuhnya mengapung di udara. Membuat Wono memejamkan mata, menghirupnya seperti menghirup aroma bunga paling wangi di dunia.


—Sayembara Cermin

SEBAGAI wanita, Maila tentu menyadari akan kecantikannya. Ia ingin semua orang tahu dan melihat, serta mengakui bahwa ia adalah wanita tercantik yang pernah ada. Tak hanya orang, ia juga ingin semua cermin yang ada di dunia melihat wajahnya yang jelita. Maka pada suatu hari ia membuat sebuah pengumuman, bahwa ia akan membeli seluruh cermin yang ada di tempat tinggalnya tersebut.

Maila juga menambahkan di pengumuman tersebut, akan memberi apapun kepada pemilik cermin yang cerminnya dapat memantulkan bayangan lebih cantik dari wujud asli dirinya. Maka, jadilah sebuah sayembara cermin.

Berita itu pun dengan cepat menyebar ke seluruh pelosok desa. Orang-orang berbondong-bondong mendatangi Maila sambil membawa cermin. Bermacam-macam bentuk dan ukuran cermin yang diterima Maila. Mulai dari yang seukuran telapak tangan hingga yang sebesar setengah dinding kamar. Dari yang berbingkai kayu dengan ukiran-ukiran yang unik dan indah hingga yang hanya berupa pecahan sekadarnya saja.

Wono, yang juga mendengar perihal sayembara itu, memutuskan untuk membawa cermin tua peninggalan almarhum ayahnya. Lagipula cermin ini sudah tak ada gunanya untukku, katanya. Ia pun menggali lagi tempat ia pernah mengubur cermin tersebut. Ia bersihkan tanah dan kotoran yang menempel di cermin dan di bingkainya. Ia cuci lalu ia keringkan dengan mengelapnya. Cermin itu pun kembali seperti pertama kali ia menerima dari almarhum ayahnya. Cantik, anggun, dan terlihat mahal.

Wono mendatangi Maila dengan membawa cermin tua tersebut.

“Nona, maaf.. maksud saya, Maila. Saya dengar tentang sayembara itu, dan saya datang membawa cermin ini.”

“Ah, kamu rupanya.” Maila tersenyum lebar.


—Percakapan dengan Cermin II

“Siapa kamu?”

Kau.

“Ah, cantik sekali..”

Tentu saja. Kau memang cantik.

“Tidak, kamu lebih cantik dariku!”

Begitukah?

“Ya. Kulitmu lebih mulus, matamu lebih indah, rambutmu lebih berkilau, alismu lebih pekat, hidungmu lebih.. bibirmu.. Ahh, bagaimana bisa?”

Tanyalah kepada lelaki yang telah membawaku kepadamu.

“Pemuda buruk rupa itu?”

Ya. Dan jangan lupa, kau berjanji memberikan apapun kepada siapa saja yang bisa membawakan kepadamu cermin yang dapat memantulkan bayanganmu lebih cantik dari dirimu sendiri.

“Ah, tentu saja. Besok akan kutemui pemuda itu.”


—Permintaan

Wono tengah melayani pesanan seorang pelanggan ketika Maila datang menghampirinya. Ia terkejut hingga pisau pemotong dagingnya terlepas dari tangannya. Maila tertawa kecil.

“Kamu selalu terkejut saat melihatku. Kenapa?”

“Ti-tidak..”

“He?” Maila mengusili Wono dengan merundukkan kepalanya dan berusaha menguak wajah Wono.

“Tidak, Anda hanya.. cantik.”

Maila tersenyum, hingga giginya yang putih dan rata terlihat.

“Aku ingin mengabulkan semua permintaanmu.”

Wono terkejut. Nyaris pisau pemotong dagingnya terpeleset lagi dari genggamannya.

“Mari, kita ke rumahku.”

Maila meraih tangan Wono. Pemuda itu tak mengerti bagaimana meredam debaran dada yang hampir membuatnya tak mampu berdiri tegap. Ia biarkan saja tubuhnya dibawa Maila. Dibawa harum bunga-bunga yang menguar dari tubuh gadis pujaannya itu.



“SEKARANG, katakanlah keinginanmu.” kata Maila, menatap Wono lekat-lekat.

Wono terdiam. Ia hanya menundukkan kepala sembari mencoba mengendalikan diri. Kamar Maila begitu wangi. Entah darimana asal wangi itu. Ia serasa berada di taman bunga-bunga dan sekuntum yang paling mekar dan indah ada di depan matanya.

Maila menggenggam tangannya.

“Kenapa kamu tak mau melihatku?” Maila meraih dagu Wono, menariknya hingga pemuda itu menghadap wajahnya.

“Jangan!”

Maila terkejut melihat wajah Wono. Tubuhnya yang kekar dan tegap menunjukkan usianya yang kira-kira belumlah genap 30 tahun tapi keadaan wajahnya menunjukkan bahwa ia sudah berusia 70 tahun. Maila seperti melihat kakeknya sendiri, mungkin kakek buyutnya. Selain terlihat tua, Wono juga tak ubahnya sesosok monster bagi Maila. Gadis itu bergidik. Namun ia masih ingat akan janjinya.

“Cerminmu ternyata memantulkan bayangan yang lebih cantik dari diriku sendiri. Maka sekarang, ucapkanlah kepadaku, apa permintaanmu?”

Wono terpaku. Tak bisa diucapkannya sepatah kata pun melihat Maila berdiri di depannya. Hingga setelah beberapa menit penuh kebisuan, pemuda buruk rupa itu tercengang ketika Maila perlahan membuka pakaiannya. Dari atas hingga bawah. Dari bagian luar hingga yang paling dalam. Gadis itu kemudian menarik tangan Wono dengan lembut. Ia duduk dan berbaring di atas ranjang.

Berikutnya hanya desah dan lenguh di malam yang panjang.


—Percakapan dengan Cermin III

“KENAPA kau bunuh dia?”

Aku tidak melakukannya. Kau yang melakukannya.

“Tidak! Aku hanya mengabulkan permintaannya. Aku hanya menepati janjiku!”

Kau menyerahkan jiwamu.

“Apa maksudmu?”

Malam itu ketika kalian bercinta dengan penuh hasrat, sebagian auramu merasuk ke dalam tubuh pemuda itu. Ia tak kuat menampungnya sebab jiwanya sudah terserap nyaris seluruhnya olehku. Jiwanya sudah rusak. Dan kau membuatnya kian parah.

“Karena itu dia terlihat tua?”

Karena itu dia kehilangan nyawa.

“Lalu apa yang kau lakukan terhadapku?! Semua laki-laki tak ada lagi yang sudi mendekatiku. Bahkan untuk melihatku saja tidak. Mereka hanya melirik dengan tatapan yang aneh dan menjaga jarak denganku. Seakan aku ini seorang monster!”

Tidak. Kau bukan monster Maila. Kau seorang gadis yang jelita.

“BOHONG!! Hanya bayanganku yang cantik. Hanya jiwaku yang terperangkap dalam dirimu!”

Kau cantik Maila. Dengan atau tanpa bayangan. Dengan atau tanpa cermin.

Dengan atau tanpa cermin..

Dengan atau tanpa cermin..

Maila memukul cermin itu dengan keras hingga pecah. Tangannya berdarah. Ia mengambil pecahan kaca, lalu menggoreskannya ke pipi, kemudian ke sekujur wajahnya.

Sabtu, 03 November 2012

Duduk di Teras

malam-malam berkabut
seperti bulan-bulan sebelumnya
masih menyamarkan nafasmu
ke gemulai liuk asap
ke goyang daun-daun akasia

sudahkah aku menghirup
sedikit dari cuaca malam ini
untuk melegakan paru-paru
untuk mengembangkan kembali
dadaku
yang sudah kian lembek
dan layu

malam-malam berkabut
menyingsingkan gamang
menyusupkan degup
secukupnya ngiang
untuk telingaku
yang telah fasih
mendengar desis
bibirmu

september akan berakhir
sebab itu aku paham

kau tak akan datang

meski lewat deru udara
iring-iringan debu
di malam-malam berkabut

bulan-bulan berikutnya

Aku Ingin Berbicara Kepadamu

bagaimanakah suara hujan di tempatmu?

aku ingin mendengar suara hujan di sana
sebab suara hujan di rumahku tak lembut

begitu gaduh dan berisik

aku rindu menyambangi becek jalan tanah
sepanjang perjalanan menuju rumahmu itu

sepanjang helai rambutmu yang berhasil
kubelai

bagaimanakah bunyi tertawa milikmu?

apakah masih sama seperti dahulu?

aku hampir lupa seperti apa rasanya
saat jemarimu tak sengaja
menyentuh jemariku

aku hampir lupa
seperti apa
rasa hangat itu

bagaimanakah suara hujan di tempatmu?

aku ingin ke sana pergi ke tempatmu
menemui apa yang sempat kita buat

dan terpaksa kutinggalkan

demi waktu
dan sebuah kenangan

aku ingin berbicara dalam riuh hujan
bulan desember, berbicara kepadamu

bahwa cinta ada dalam ruang dadaku
dan telah kehilangan nafas karena

dirimu

Yang Bertalang Betung, Yang Berpagar Lalang

di semak rambutmu sajak merabuk, sajak mengurai
diri menjadi cadik, menjadi layar perahu yang
menepis asin angin dan pahit laut
barangkali kau telah berjanji kepada kekasihmu,
wanita yang berdiam dalam deras gerimis batu
kau akan pulang dari negeri jauh, tempat kau
mengais tanah, mengubur api tungku
dan menahan liur tersebab matahari pecah
tapi tungkai kakimu adalah sayap, menolak
kau kembali pulang ke ladang, bersetubuh
dengan miang lebat lalang
ia memilih untuk terus terbang, bersitatap
dengan lembab udara, membentang selebar kata-kata
dalam sajak dalam rambutmu yang perak
membumbung dari buih embun batang buluh
yang memancing kau turun, menjemput
bunyi rindu yang jauh

tapi kekasihmu telah bertenun hujan, berselimut
rumput, bersikeras menampik kilau rekata
meski seringkali di tengah malam buta ia meranyau
tentang lelaki yang lupa jalan pulang,
lelaki berambut perak yang patah sayapnya,
lelaki yang tersesat di ladangnya sendiri

dan bukankah kau yang dahulu menikamkan
pucuk belati ke ulu dada perempuan itu,
perempuan yang berdiam dalam gerimis batu?

maka dengarlah lewat ringkih suara angin menari
dalam sajak-sajakmu
ia sedang menunggu kau pulang, menanti untuk
kau pinang
dalam rumah bertalang betung
beratap hujan, berpagar lalang

Jumat, 02 November 2012

Seperti Itu

seperti kau yang tersenyum menghirup aroma kopi
sebab ia dan pahitnya meredam kecamuk dalam kepalamu

seperti itu aku terpaku di depan secangkir teh, sendiri
sebab di tenang beningnya terpantul kenangan tentangmu

seperti kau yang menyukai gelapnya malam sebab
ia menuntunmu kembali ke dalam cahaya baru

seperti itu pula aku yang menyukai pagi
sebab di situ aku mulai mencintaimu lagi

Bertaruh Luka

mari bertaruh luka di meja ini dan lihat siapa yang menang. sebab bayangan masa depan terlalu buram sementara masa lalu di matamu begitu terang. tak ada peluk yang cukup hangat untuk meredakan amarahku dan tak ada cium yang begitu erat untuk mengikatmu.

sementara masih terlampau jauh untuk sebuah genggam. sementara masih terlampau jauh untuk sebuah cinta. sementara masih terlampau jauh untuk sebuah rindu.

sementara sudah terlampau luka
untuk menyebut kita.